Vegetarian = Lemah Iman ?


Mari kita baca secara lengkap dengan seksama Kitab Roma 14 ayat 1-12, judul perikopnya adalah JANGAN MENGHAKIMI.

Ayat 1 mengiktisarkan tema pokok, ayat 2-4 menjabarkan tema itu, subject yang dibicarakan adalah mengenai makanan. Dan ayat 5-6 menjabarkannya dengan menghubungkan masalah pemeliharaan hari-hari tertentu. Dalam ayat 7-9 menyajikan azas Kristologis dan dalam ayat 10-11 mengenai azas eskatologis, sedangkan ayat 12 adalah kesimpulannya.


Ayat 1 :

LAI TB, Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.
BIS, Orang yang tidak yakin akan apa yang dipercayainya harus diterima dengan baik di antara Saudara-saudara. Jangan bertengkar dengan dia mengenai pendirian-pendiriannya.
KJV, Him that is weak in the faith receive ye, but not to doubtful disputations.
TR, τον δε ασθενουντα τη πιστει προσλαμβανεσθε μη εις διακρισεις διαλογισμων
Translit Interlinear, ton {orang yang} de {lalu} asthenounta {tidak kuat} tê pistei {dalam iman} proslambanesthe {terimalah} mê {jangan} eis {kedalam} diakriseis {penilaian-penilaian} dialogismôn {pendapat-pendapat}


Dalam bahasa Yunani bagian kedua ayat ini berbunyi mê eis diakriseis dialogismôn, maknanya adalah 'Jangan menuju penilaian kebimbangan’ seperti dalam terjemahan dalam KJV. diakriseis (bandingkan dengan 1 Korintus 12:10) adalah kemampuan membedakan yang satu dari yang lain, menilai, dari sini 'penilaian' (disini dengan arti negatif 'celaan', 'kecaman', 'perselisihan'). 'dialogismôn' harfiah artinya 'hal-hal berpikir tentang', 'pertimbangan', 'pikiran' (Lukas 2:35), dari situ juga 'kebimbangan', 'sikap ragu-ragu' (Lukas 24:38, Filipi 2:14)

Ada baiknya dibaca pasal-pasal sebelumnya. Dalam pasal 12 dan 13, Paulus telah memberikan nasehat umum mengenai kehidupan bersama dalam likungan umat percaya. Pasal 14 mulai ayat 1 sampai dengan pasal 15 ayat 13 menjabarkan nasehat umum itu dengan memperhatikan pada khususnya masalah-masalah yang telah timbul di kalangan orang percaya di Roma. Yang menjadi masalah disitu adalah hubungan antara golongan yang disebut ‘kuat’ dengan golongan ‘lemah’.

Dalam pasal 14 ini Paulus tidak langsung menyebut dan membicarakan pandangan golongan itu masing masing (bandingkan dengan pasal 9). Sebaliknya ia menghimbau agar orang 'kuat' menerima anggota-anggota yang ‘lemah’ kedalam persekutuan mereka. Terimalah orang yang lemah imannya, 'menerima' disini berarti : menerima ke dalam persekutuan (bandingan dengan ayat 3).
Sudah tentu 'orang lemah' itu adalah anggota jemaat, tetapi orang-orang 'kuat' cenderung memandang mereka sebagai orang Kristen tingkat dua. Sebaliknya, anggota jemaat yang termasuk golongan lain harus sungguh-sungguh menerima mereka sebagai sesama anggota jemaat. Artinya, mengakui kedudukan mereka sebagai orang percaya yang sejati; juga memberi hormat mereka dan bersikap ramah terhadap mereka dalam pergaulan mereka sehari-hari.

'Lemah imannya' disini tidak berarti bahwa keyakinan orang yang bersangkutan, kepercayaannya kepada Yesus Kristus kurang kuat. Sebab kekurangan seperti itu tidak akan menjadi penyebab perselisihan dalam jemaat. Sebaliknya, yang dimaksud disini adalah 'orang yang imannya tidak menjadi sumber kekuatan baginya, sebab ia tidak berani mengamalkannya atau tidak berani bersikap konsekuen' (lihat penjelasan ayat 2 dibawah ini).

Dalam bagian kedua dalam ayat 1 ini, dijelaskan lebih jauh makna nasehatnya. Dituliskan 'orang lemah' itu harus diterima tanpa mempercakapkan pendapatnya. Dengan mengacu kepada bahasa aslinya demikian 'supaya jangan sampai (terjadi) kecaman-kecaman terhadap kebimbangan-kebimbangan (mereka)' (bandingkan dengan terjemahan BIS. Arti istilah 'kebimbangan' belum dijelaskan disini; kita baru akan mengatahuinya dalam ayat 2. Bagaimanapun, orang ‘kuat’ itu adalah jemaat dewasa, yang memiliki karunia 'membedakan', yang artinya menilai aneka bentuk kepercayaan dan kehidupan kristen (bandingkan 1 Korintus 12:10). Rupanya karunia itu mereka gunakan untuk mengecam sikap ragu-ragu saudaranya yang 'lemah'. Tetapi pemakaiannya dengan cara itu bertentangan dengan kesatuan dan keutuhan jemaat yang telah dianjurkan secara umum dalam pasal 12:3-13.

Dari penjelasan diatas, kita mencatat 3 hal :

a. Pertama, disini belum diungkapkan apa yang menjadi persoalan dalam jemaat di Roma. Tetapi didahulukan anjuran supaya jemaat bersatu (ayat 1), barulah menyusul pokok masalahnya (ayat 2).

b. Kedua, urutan itu menunjukkan bahwa apa saja yang menjadi persoalan dalam jemaat di Roma tidak merongrong dasar jemaat, yaitu kepercayaan kepada Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juru Selamat. Hal ini penting bila kita menilai persoalan itu sendiri nanti.

c. Ketiga, ditekankan pemihakan tenhadap golongan 'lemah'. Hal ini tersirat dalam pemakaian istilah ‘yang lemah imannya’. Anggota jemaat yang bersangkutan niscaya tidak menyebut diri mereka ‘lemah’, tetapi mereka disebut 'lemah' oleh golongan lain, yang menganggap diri mereka ‘kuat’. Maka kalau ada istilah ‘lemah’ disini adalah dilihat dari sudut pandang dari golongan yang menyebut diri mereka ‘kuat’ (bandingkan juga dengan ayat 15).

Bagi kita, ayat 1 itu menyajikan pelajaran. Kalau timbul perselisihan paham diantara jemaat (orang-orang percaya), janganlah hendaknya kita membiarkan jemaat tercabik-cabik oleh pengertian mengenai hal-hal yang memang tidak merusak dasar iman. Kita harus mengutamakan kesatuan jemaat (bandingkan dengan 1 Korintus 1:10-17; 1 Korintus 3: 1-9).


Ayat 2 :

LAI TB, Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja.
BIS, Ada orang yang berpendirian bahwa ia boleh makan apa saja. Tetapi ada orang lain yang lemah keyakinannya; ia merasa bahwa ia hanya boleh makan sayur-sayuran saja.
KJV, For one believeth that he may eat all things: another, who is weak, eateth herbs.
TR , ος μεν πιστευει φαγειν παντα ο δε ασθενων λαχανα εσθιει
Translit Interlinear, hos men {yang seorang} pisteuei {mempunyai iman kuat dan yakin boleh} phagein {makan} panta {segala (sesuatu)} ho de {tetapi yang lain} asthenôn {tidak kuat} lachana {sayur-sayuran} esthiei {makan}


'Yakin, bahwa ia boleh makan', Yunani 'pisteuei phagein', harfiah 'percaya makan'. 'Hanya' merupakan tambahan demi kejelasan.


Setelah menghimbau jemaat agar mengutamakan kesatuan, barulah dalam ayat 2 ini dijelaskan apa yang menjadi masalah. Ada golongan orang 'kuat' yang yakin, bahwa ia boleh makan segala sesuatu. Dariayat 21 kita simpulkan bahwa disini hanya terutama mengenai daging; disamping itu golongan itu menganggap semua hari sama saja (ayat 5). Kata-kata 'yakin,bahwa ia boleh' merupakan terjemahan satu perkataan Yunani 'pisteuei' yaitu ‘percaya’.

Menyambung apa yang telah dikatakan dalam penjelasan ayat 1 diatas, kita dapat berkata bahwa disinipun ‘percaya’ tidak berarti 'beriman', 'menjadi orang Kristen', tetapi 'mempunyai keyakinan yang bersumber pada iman'.
Berdasarkan kepercayaannya kepada Yesus Kristus, orang 'kuat' yakin bahwa ia bebas makan apa saja (dengan syarat-syarat tertentu, lihat ayat 6) . Atau, dengan perkataan lain : Dari isi pokok iman Kristen (kita dapat masuk umat Allah tanpa harus memenuhi lebih dulu segala peraturan hukum Taurat). Dengan demikian untuk menjadi orang percaya, ia tidak harus memantangkan berbagai jenis makanan dengan alasan apapun . Kesimpulan ini memang tepat karena demikianlah yang dikatakan oleh Tuhan Yesus Kristus dalam Markus 7:18-23. Karena itu sebutan 'orang kuat' yang agaknya sedang berlaku di kalangan orang yang berpendapat demikian. Mereka memang 'kuat' dalam arti berani bersikap konsekuen, berani mengamalkan imannya.

Sebaliknya golongan 'lemah' tetap merasa terikat pada perbagai larangan dan pantangan, termasuk pantangan makan daging dan minum anggur. Ada kemungkinan golongan ini adalah dari orang-orang dengan latar belakang helenistis yang mementingkan pertapaan dan makan makanan non-hewani. Ada kemungkinan juga golongan 'lemah' ini adalah orang-orang yang masih terikat pada ketentuan-ketentuan Taurat yang lebih spesifik mengikuti kebiasaan Nabi Daniel (lihat Daniel 1). Mereka ini tidak berani melepaskan pemeliharaannya berdasarkan iman kepada Yesus Kristus yang telah mereka terima sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dari situlah istilah 'kebimbangan' (ayat 1).


Ayat 3 :

LAI TB, Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu.
BIS, Orang yang makan apa saja janganlah menganggap rendah orang yang makan hanya makanan tertentu saja; dan orang yang makan hanya makanan tertentu saja, janganlah pula menyalahkan orang yang makan segala-galanya, sebab Allah sudah menerima dia.
KJV, Let not him that eateth despise him that eateth not; and let not him which eateth not judge him that eateth: for God hath received him.
TR , ο εσθιων τον μη εσθιοντα μη εξουθενειτω και ο μη εσθιων τον εσθιοντα μη κρινετω ο θεος γαρ αυτον προσελαβετο
Translit Interlinear, ho {(orang yang)} esthiôn {makan} ton {(orang yang)} mê esthionta {tidak makan} mê {janganlah} exoutheneitô {menghina} kai {dan} ho {(orang yang)} mê {tidak} esthiôn {makan} ton {(orang yang)} esthionta {makan} mê {janganlah} krinetô {mengkritik} ho theos {Allah} gar {karena} auton {dia} proselabeto {telah menerima}


Terjemahan LAI agak harfiah; Terjemahan BIS menyajikan terjemahan bebas demi kejelasan.

Siapa yang makan ialah mereka yang tidak lagi memegang tradisi, pantangan dan laragan tersebut diatas, yaitu golongan 'kuat'. Mereka ini cenderung menghina yang ‘lemah’. Dengan demikian mereka dapat melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan orang Farisi dalam Lukas 18:9. Kalaupun pendirian mereka harus dibenarkan, mereka tidak akan dibenarkan oleh Tuhan (Lukas 18:14), sebab mereka sombong. Karena itu Paulus menasehati mereka, meskipun pandangan mereka disetujuinya.

Sebaliknya Siapa yang tidak makan ialah mereka yang masih memantangkan daging dll, disebut dalam ayat ini adalah golongan ‘lemah’. Mereka juga cenderung menghakimi golongan yang lain, maksudnya menganggap mereka (golongan ‘kuat’) itu bersalah. Artinya mereka berpendapat kelakukan golongan ‘kuat’ itu langsung bertentangan dengan iman Kristen. Disinipun kita lihat bahwa ada nasehat bagi golongan ‘lemah’ untuk tidak menghakimi.
Kita kaji kembali ayat 1, yaitu selama dasar iman tidak dirongrong, kesatuan jemaat lebih penting daripada benar-tidaknya pihak tertentu.

Mengapa pihak 'lemah' tidak boleh menghakimi pihak 'kuat'? Sebab Allah telah menerima orang itu. Artinya, Allah telah menerima orang itu ke dalam persekutuan orang percaya, jemaat orang Kudus, yang disucikan oleh Darah Yesus Kristus. Dengan demikian mereka diselamatkan yang artinya luput dari hukuman Allah (bandingkan Roma 5:8 ). Kalau Allah tidak menghakimi, siapa lagi yang hendak menghakimi mereka?! Kita mencatat disini bahwa dipakai perkataan yang sama seperti dalam ayat 1. Jadi, dalam nasehat terhadap pihak ‘lemah’ disini tersurat alasan yang sama seperti tersirat dalam nasehat kepada pihak ‘kuat’ di ayat 1.


Ayat 4 :

LAI TB. Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri.
BIS, Siapakah Saudara sehingga Saudara harus mengadili hamba orang lain? Entah hamba itu jatuh atau bangun, itu adalah urusan tuannya. Dan memang hamba itu akan berdiri tegak, karena Tuhan sanggup membuatnya berdiri tegak.
KJV, Who art thou that judgest another man's servant? to his own master he standeth or falleth. Yea, he shall be holden up: for God is able to make him stand.
TR, συ τις ει ο κρινων αλλοτριον οικετην τω ιδιω κυριω στηκει η πιπτει σταθησεται δε δυνατος γαρ εστιν ο θεος στησαι αυτον
Translit Interlinear, su {engkau} tis {(siapakah)} ei ho {yang} krinôn {mengkritik} allotrion {(orang) lain} oiketên {hamba} tô idiô {sendiri} kuriô {kepada Tuan/ Tuhan} stêkei {ia berdiri} ê {atau} piptei {jatuh} stathêsetai {ia akan berdiri} de {tetapi} dunatos {berkuasa} gar {karena} estin ho theos {Allah} stêsai {membuat berdiri teguh} auton {dia}


LAI 'kamu' dalam bahasa Yunani memakai bentuk tunggal "su". 'engkau', yang sering dipakai dalam diatribê gaya Paulus ini.
BIS 'jatuh-bangun' memakai kaidah Bahasa Indonesia. oiketên harfiah artinya 'anggota rumah tangga'.

Ayat 4 ini khususnya menegur kaum 'lemah'. Di ayat ini disajikan perumpamaan mengenai 2 hamba. Ada seorang tuan yang mempunyai 2 hamba. Hamba yang satu menganggap hamba yang lain bersalah. Lalu hamba itu menghakimi sesama hambanya. Tetapi tuannya marah, karena hamba tidak berwenang mengadili sesama hamba. Menurut hukum Romawi, semua anggota rumah tangga (termasuk anak-istri) berada dalam kekuasaan mutlak kepala rumah tangga. Maka seorang hamba tidak bertanggung-jawab kepada sesama hambanya, tetapi kepada tuannya. Begitu pula anggota jemaat tidak boleh menghakimi, dan tidak berwenang menghakimi. Sebab yang berwenang menghakimi adalah Tuhan, Dia adalah kepala gereja/jemaat.


Allotrion berarti : milik orang lain. Yang dimaksud disini bukan 'sesama hamba milik tuan lain', melainkan 'sesama hamba, yang adalah milik orang lain, yaitu tuannya' (karena kedua 'hamba' itu milik tuan yang sama, yaitu Tuhan).

Kalimat kedua dalam ayat 4 ini meneruskan perumpamaan :


1. Kata-kata Yunani 'tô idiô kuriô' dapat diterjemahkan dengan 2 cara :

a. Ia berdiri atau jatuh bagi tuannya sendiri (istilahnya darivus commodi). Dengan perkataan lain, berdirinya atau jatuhnya merupakan urusan tuannya sendiri.

b. Ia berdiri atau jatuh oleh tuannya sendiri. Dengan demikian artinya ialah: salah tidaknya hamba yang lain itu (artinya anggota jemaat yang 'kuat') ditentukan oleh tuannya sendiri.


2. Begitu pula 'stêkei' (dari kata kerja stêkein). Stêkein dapat berarti :

a. 'Bertahan' (1 Korintus 16:13, Galatia 5:1, 1 Tesalonika 3:8 ). Terjemahan BIS.

b. Kiasan 'berdiri' dipakai khususnya dalam arti 'bertahan berhadapan dengan hukuman Allah' (Mazmur 130:3, Wahyu 5:17). Piptei (dari kata piptein) berarti melakukan pelanggaran, jatuh ke dalam dosa' (bandingkan dengan Roma 11:11, 22 ; 1 Korintus 10:12).



Maka pengertian kedua arti diatas:

(a) Disini dikatakan bahwa kalau hamba berdiri, tuannya untung, kalau ia 'jatuh' (melanggar), tuannya rugi. Artinya, kalau salah satu jemaat keliru dan karena itu ia melanggar hukum Tuhan, hal itu merugikan Tuhan yang empunya jemaat.

(b) Disini dikatakan bahwa berdirinya atau jatuhnya hamba yang lain itu (anggota jemaat yang termasuk golongan 'kuat') akan dinilai tuannya sendiri. Artinya, salah tidaknya anggota jemaat yang ‘kuat’ akan menjadi nyata dalam hukuman Tuhan kelak (tafsiran dari Calvin).

Menurut perkataan tadi, anggota jemaat yang 'kuat' dapat saja 'jatuh', yaitu 'jatuh kedalam dosa'. Memang kebebasan seorang Kristen mudah disalah-gunakan, dengan akibat kita melanggar Hukum Tuhan. Kebebasan itu mengandung unsur pengujian. Golongan 'lemah' malah yakin kebebasan itu tidak bisa tidak membawa pada pelanggaran. Tetapi ada 'yang berkepentingan'.

Maka dalam pasal ini diberikan nasehat untuk menenangkan golongan 'lemah'. Dituliskan ia akan tetap berdiri. Artinya bertahan dan tidak dibujuk oleh dosa. Sebab Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri.


Stathêsetai dapat juga berati 'akan dibangunkan', dan stêkei 'membangunkan'.


Seorang Kristen memiliki 'kebebasan seorang Kristen'. Tetapi kebebasan ini harus dengan hati-hati digunakan, sebab ia bisa saja tergelincir dan salah pilih. Namun ia tetap bisa memohon bimbingan Tuhan yang akan mencegah ia berbuat dosa. Sebab Roh Tuhan tinggal di dalam kita (Roma 8:9-11). Dan Firman Tuhan merupakan pelita untuk kakinya, sehingga ia tidak akan jatuh.



Amin.




Blessings in Christ,
BP
July 22, 2005

0 komentar:



Posting Komentar