Orang Kristen Boleh Gak Yach??

Banyak orang Kristen mengalami stress rohani. Mereka hidup dalam perasaan bersalah dan tertekan karena merasa telah membuat Tuhan marah besar kepada mereka. Memang baik untuk berdukacita apabila kita bertobat dari dosa-dosa kita, namun bukanlah kewajaran untuk hidup seperti orang yang paranoid rohani, merasa semua tindakannya akan dinilai, dan merasa mereka senantiasa tidak layak di hadapan Tuhan.

Mereka lupa bahwa bukan dengan cara inilah Allah ingin dikenali oleh umat kesayangan-Nya. Mereka lupa bahwa Tuhan pernah menggambarkan diri-Nya di kitab suci sebagai “Allah Penyayang, Ia tidak akan meninggalkan atau memusnahkan engkau dan Ia tidak akan melupakan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu (Ulangan 4:31).” Lebih lanjut seorang pemazmur menggambarkan Dia sebagai Allah yang “bersifat penyayang, Ia mengampuni kesalahan mereka dan tidak memusnahkan mereka; banyak kali Ia menahan murka-Nya dan tidak membangkitkan segenap amarah-Nya (Mazmur 78:38).”

Orang-orang seperti ini hidup di dalam penghukuman (baca = condemnation) senantiasa. Padahal karya pengorbanan Kristus di kayu salib telah membuat “sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh. ” (Roma 8:1-4)

Lalu mengapa banyak orang Kristen lebih merasa hidup dalam penjara dibanding di dalam kemerdekaan? Paulus menyatakan juga masalah ini dalam surat kepada jemaat Kolose (2: 20-23) “Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia: jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia. Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi.”

Banyak orang Kristen suka menghukum diri mereka sendiri dengan penghukuman yang mereka buat sendiri. Padahal Allah sudah mengatakan bahwa "Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram" (Kisah 10:15). Orang-orang ini sibuk menghakimi diri mereka sendiri dan juga orang lain dengan meributkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, apa yang halal dan haram, apa yang kudus dan najis. Semua ini menurut Alkitab adalah peraturan yang dibuat oleh manusia yang tidak ada gunanya selain memuaskan hidup duniawi. Perhatikan apa yang dikatakan Kitab Suci pada ayat-ayat berikut:

* Roma 14:14
Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis.



* Titus 1:15
Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis.


* 1 Timotius 4:4
Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur,


* Kolose 1:20
dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.



Banyak orang yang lupa bahwa kita ada di masa Perjanjian Baru dimana penebusan Kristus di kayu salib telah membebaskan kita dari hidup dalam penghukuman. Seperti yang dikatakan oleh pengarah spiritual Brennan Manning, “Kekristenan bukanlah seperangkat kode etik, peraturan boleh/tidak boleh, atau filosofi hidup. Kekristenan adalah hubungan asmara antara Allah dan manusia. Yesus membawa kita kepada Bapa, lalu mencurahkan Roh Kudus kepada kita, bukan agar kita menjadi orang baik dengan standar moral yang lebih tinggi, tetapi menjadi ciptaan baru, menjadi penyampai pesan Allah, menjadi pecinta Allah, menjadi obor dari darah daging yang dibakar oleh nyala api Roh Tuhan yang hidup.”

Paulus dengan tegas mengkritik mereka di dalam surat ke Titus (3:9) “Tetapi hindarilah persoalan yang dicari-cari dan yang bodoh, persoalan silsilah, percekcokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat, karena semua itu tidak berguna dan sia-sia belaka.” Mereka lupa bahwa mereka telah dipanggil sebagai ciptaan baru yang “dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat” Galatia 5:18. Ada perbedaan sistem antara sistem yang lama dan sistem yang baru. Sebagai umat yang ditebus dengan darah Kristus, kita tidak lagi ada di bawah perhambaan hukum Taurat. Roma 7:6 berkata, “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.”

Apa itu hukum Taurat? Itu adalah seperangkat peraturan boleh/tidak boleh. Barangsiapa melakukan akan hidup dan barangsiapa melanggar akan mati. Tapi ini bukanlah kehendak akhir Allah bagi kita. Sama seperti ada 2 buah pohon di pusat Taman Eden, demikian juga ada 2 hukum yang bisa kita pilih di dalam hidup ini. Pohon Pengetahuan Akan Yang Baik dan Jahat adalah Hukum Taurat itu sendiri. Adam dan Hawa memakan buah pohon ini akibatnya seluruh keturunannya ada di bawah kutuk penghakiman karena telah melakukan apa yang jahat. Namun ada satu lagi pohon di tengah Eden, yakni pohon Kehidupan, dimana barangsiapa memakannya akan hidup selamanya. Pohon Kehidupan itu adalah Yesus Kristus. Barangsiapa percaya kepadaNya tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

Galatia 3:24 mengatakan “Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman.” Peraturan boleh/tidak boleh di dalam Hukum Taurat hanya diperuntukan bagi kanak-kanak rohani yang lemah iman. Sama seperti anak kecil di dalam sebuah keluarga akan diberi peraturan boleh/tidak boleh oleh orangtuanya. Namun ketika si anak beranjak dewasa, dia tidak lagi terikat akan peraturan boleh/tidak boleh itu karena orang dewasa “mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat” (Ibrani 5:14). Bagi orang dewasa pokok permasalah bukan pada boleh/tidak boleh tapi masalah pantas/tidak pantas.

Perhatikan isi hati rasul Paulus di surat berikut kepada jemaat Galatia (4:1-10): Yang dimaksud ialah: selama seorang ahli waris belum akil balig, sedikitpun ia tidak berbeda dengan seorang hamba, sungguhpun ia adalah tuan dari segala sesuatu; tetapi ia berada di bawah perwalian dan pengawasan sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya. Demikian pula kita: selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia. Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak. Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah. Dahulu, ketika kamu tidak mengenal Allah, kamu memperhambakan diri kepada allah-allah yang pada hakekatnya bukan Allah. Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? Kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun.”

Itu sebabnya Paulus berkata dalam 1 Korintus 10:23 “Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun." Lebih lanjut dikatakan dalam Galatia 5:13 “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.”

Sebagai umat percaya kita dipanggil untuk hidup dalam kemerdekaan dengan hati nurani yang bebas dari penghukuman. Kita tidak perlu lagi sibuk dengan urusan membedakan apa yang boleh/tidak boleh. Kita harus berpikir segala sesuatu dalam konteks pantas/tidak pantas. Kita harus melakukan sesuatu yang berguna dan membangun bagi orang lain.

Mereka yang hidup dalam penghukuman adalah mereka yang “mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri dan membandingkan dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka!” (2 Korintus 10:12) Hiduplah dalam kemerdekaan iman di dalam Kristus. Seperti kata Paulus soal dirinya sendiri, “Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi” (1 Korintus 4:3).

Sebagai penutup, renungkanlah perkataan berikut dari pengarah spiritual Brennan Manning, “Menghukum diri sendiri dan kemuraman menghalangi Tuhan untuk mencapai kita, kata Manning. Kuncinya ialah membiarkan dirimu dicintai dalam kehancuranmu. Biarkan fokus hidup batiniah kamu bersandar pada satu kebenaran yang menggetarkan dan mengejutkan, yakni bahwa Tuhan mencintaimu tanpa syarat sebagaimana adanya dirimu, dan bukan sebagaimana seharusnya dirimu. Karena tidak ada orang yang hidup sebagaimana seharusnya mereka hidup.”



Sumber :
http://forum.cross-written.com/orang-kr ... h-t53.html

0 komentar:



Posting Komentar