Tanggapan atas Misquoting Jesus



ISI BUKU SECARA UMUM


Sebenarnya tidak ada yang baru dalam buku ini. Sudah banyak teolog yang menyusun buku sejenis, walaupun sikap mereka cenderung berbeda dengan Ehrman. Tetapi tekad Ehrman untuk membawa isu ini ke level jemaat awam dapat dikategorikan sebagai hal baru. Secara sederhana, Ehrman ingin menunjukkan Alkitab tidak bisa di-andalkan. Alasan yang diangkat ada dua. Pertama, para penulis naskah asli Alkitab (autografa) kemungkinan melakukan beberapa kesalahan. Kedua, para penyalin Alkitab melakukan berbagai kesalahan/pengubahan, baik yang disengaja maupun tidak. Di antara dua alasan tersebut, Ehrman hanya memfo-kuskan pada alasan yang kedua. Alur berpikir Ehrman dapat digambarkan sebagai berikut:

Yang disebut firman Allah adalah autografa Alkitab => Autografa sudah tidak ada lagi => Yang tersisa adalah salinan-salinan Alkitab yang saling berbeda => Usaha untuk menentukan autografa berdasarkan perbandingan salinan-salinan tidak bisa diandalkan

Kesimpulan: Alkitab sekarang bukanlah firman Allah yang tidak bisa salah



ANALISIS KRITIS


Kita perlu mengakui pandangan Ehrman bahwa yang disebut firman Allah yang tidak mungkin salah me-ang hanya terbatas pada autografa Alkitab. Salinan, terjemahan ataupun tafsiran kadangkala menunjukkan beberapa kesalahan. Dia juga benar bahwa autografa Alkitab sudah tidak ada lagi (salinan Perjanjian Baru tertua yang kita miliki ditulis tahun 125 M). Dia juga benar soal ribuan salinan yang saling berbeda. Sayangnya, Ehrman tidak mampu mengambil kesimpulan yang benar dari hal-hal tersebut.

Tidak adanya autografa Alkitab seharusnya tidak boleh terlalu meresahkan kita. Pertama, semua buku kuno—baik yang dianggap kitab suci maupun buku sekuler—yang pernah ada di dunia ini sudah tidak memiliki autografa lagi. Kita hanya memiliki salinan-salinannya saja. Seandainya Alkitab diragukan hanya gara-gara tidak menyisakan autografa, maka sikap yang sama seharusnya diterapkan pada semua kitab yang lain.

Kedua, dibandingkan dengan buku-buku kuno lain yang juga tidak memiliki autografa, salinan-salinan Alkitab justru lebih bisa dipercaya. Para cendekiawan biasanya menerapkan uji kualitas yang disebut bibliographi-cal test. Berdasarkan kriteria ini, suatu buku kuno dianggap bisa dipercaya kalau memiliki salinan-salinan:

1. Yang jarak waktu antara penyalinan dengan penulisan aslinya semakin dekat. Semakin dekat dengan waktu penulisan maka salinan tersebut mengalami proses penyalinan yang jumlahnya semakin sedikit, sehingga jumlah kesalahan yang ditimbulkan dari penyalinan tersebut juga relatif lebih sedikit.

2. Yang jumlahnya banyak. Dengan memiliki jumlah salinan yang banyak maka kita memiliki banyak bahan/pertimbangan untuk menentukan mana yang lebih sesuai dengan autografa.Hasil penerapan bibliographical test terhadap Perjanjian Baru dan buku-buku kuno lainnya menunjukkan bahwa salinan Perjanjian Baru memiliki jarak waktu yang terpendek dengan waktu penulisannya. Salinan Perjanjian Baru juga memiliki jumlah yang paling banyak .

Kita bisa menyimpulkan, seandainya Perjanjian Baru diragukan hanya gara-gara tidak memiliki autografa, maka kita juga harus meragukan semua buku kuno yang lain, karena kualitas dan jumlah salinan mereka sangat jauh di bawah salinan-salinan Perjanjian Baru. Sekali lagi, yang terpenting bukanlah memiliki autografa atau tidak, namun seberapa ba-gus dan banyak salinan yang kita miliki.

Ketiga, berdasarkan salinan-salinan yang ada, para cendekiawan berusaha merekonstruksi autografa Alkitab (menentukan salinan mana yang lebih sesuai dengan yang asli) melalui kritik teks (textual criticism). Mereka menerapkan kriteria tertentu untuk menentukan salinan mana yang lebih bisa dipercaya. Misalnya usia salinan, kualitas salinan, karakteristik tata bahasa penulis Alkitab, konteks dari ayat yang diselidiki, dsb.

Kritik teks sudah berkembang sedemikian rupa, sehingga mayoritas cendekiawan telah mencapai persetujuan tentang banyak bagian di dalam Alkitab. Beberapa ayat memang masih diperdebatkan, namun diantara ayat-ayat ini tidak ada yang memengaruhi ajaran Kristen yang pokok. Buku Misquoting Jesus terlalu melebih-lebihkan beberapa ayat yang belum bisa dipastikan ada di dalam autografa atau tidak, seolah-olah ayat-ayat itu sangat memengaruhi runtuh atau berdirinya ajaran Kristen. Beberapa teks yang dipermasalahkan dalam buku Misquoting Jesus juga tidak boleh dilihat secara berlebihan seolah-olah hal tersebut cukup untuk meragukan otoritas Alkitab secara keseluruhan.

Sebagai contoh, seandainya 1Yohanes 5:7b-8a tidak ada dalam autografa (beberapa terjemahan kuno dan salinan Alkitab yang tertua tidak memiliki bagian ini), maka kita masih memiliki ayat-ayat lain yang sangat kuat untuk mendukung doktrin Tritunggal. Begitu pula dengan Yohanes 8:11. Seandainya teks ini tidak ada dalam autografa (salinan kuno tidak memiliki kisah ini; salinan yang lebih muda yang memiliki bagian ini meletakkannya di tempat yang berbeda-beda), maka hikmat dan kasih Kristus kepada orang berdosa masih bisa dilihat dengan jelas di bagian Perjanjian Baru yang lain.



KONKLUSI


Saya setuju dengan semangat Ehrman untuk menyelidiki Alkitab sampai pada autografanya karena hanya autografa Alkitab yang diilhamkan Allah dan bersifat tidak mungkin salah. Bagaimanapun, hal ini tidak berarti bahwa kita boleh merendahkan Alkitab terjemahan modern. Semua terjemahan tersebut dibuat oleh para ahli Alkitab yang juga telah belajar kritik teks. Sesuai dengan segmen pembaca yang ditargetkan, para penerjemah Alkitab telah berusaha semampu mungkin untuk merekonstruksi autografa sekaligus menerjemahkannya ke dalam bahasa populer yang bisa dimengerti oleh orang awam (khusus untuk terjemahan King James Version kita memang harus mengakui bahwa ketika terjemahan ini dibuat, banyak salinan kuno yang belum ditemukan). Dalam hal ini para hamba Tuhan memiliki peranan sentral dalam membimbing jemaat untuk memilih terjemahan yang paling baik (saya sendiri merekomendasikan terjemahan Revised Standard Version dan New American Standard Bible bagi mereka yang bisa bahasa Inggris dan senang menyelidiki Alkitab).

Hal terakhir, soal keyakinan Ehrman bahwa para penulis Alkitab mungkin melakukan beberapa kesalahan sehingga ada kontradiksi dalam Alkitab. Tentang pendapat ini, kita harus dengan tegas menolaknya. Sayangnya, kita tidak memiliki banyak ruang untuk membahas hal ini secara detail. Kita juga harus menolak pandangan Ehrman yang menilai Alkitab hanya sebagai hasil karya manusia yang bisa salah. Allah memang menggerakkan para penulis Alkitab dan Ia meng-gunakan keunikan mereka masing-masing, namun Allah tetap menjaga mereka sehingga apa yang akhirnya di-tulis adalah apa yang dinafaskan Allah (2 Timimotius 3:16) dan didorong oleh Roh Kudus (2 Petrus 1:21). Sekali lagi, penolakan ini untuk sementara hanya bisa dinyatakan saja di sini tanpa disertai argumentasi-argumentasi yang men-dukungnya. Lain waktu kalau Tuhan berkehendak, kita akan membahas hal ini secara khusus.



Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.
Penulis adalah dosen apologetika Sekolah Teologi Reformed Injili Surabaya (STRIS)

0 komentar:



Posting Komentar