Siapakah sesamaku?

Lukas 10:25-29
10:25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
10:26 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?"
10:27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
10:28 Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."
10:29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"



Perhatikan ayat 29, Anda tentu tahu makna "untuk membenarkan dirinya". Ahli Taurat itu sebenarnya sudah kehilangan gengsi dengan diberikannya jawaban oleh Yesus Kristus pada ayat 28 dan untuk "membenarkan dirinya", ia menuntut suatu definisi yang lebih tepat mengenai "sesama manusia". Untuk menjawab pertanyaan ahli taurat itu, Yesus memberikan perumpamaan (atau mungkin cerita beneran), suatu kisah yang sangat kita kenal "Orang Samaria yang murah hati"
Tuhan Yesus menyajikan dua hal yang saling bertentangan. Di dalamnya menunjukkan perilaku orang lewi dan imam, orang-orang yang begitu tertib memelihara hukum Tuhan dan hidup-matinya dari pelayanan di mimbar, di rumah-rumah ibadah, tetapi tidak peduli kepada penderitaan manusia. Mereka merasa melaksanakan perintah Tuhan, tetapi mereka tidak peduli kepada nasib sesama. "Itu bukan urusanku. Urusanku melayani peribadatan di rumah Tuhan. Aku tidak boleh terlambat melayani di mimbar Tuhan. Perintah Tuhan lebih penting daripada mengurusi seorang yang sakit dan korban perampokan." Kira-kira begitulah gambaran yang diberikan oleh orang Lewi dan imam dan petugas di rumah Tuhan lainnya.

Di sisi lain, Tuhan Yesus memunculkan tokoh orang Samaria yang murah hati yang amat kontras perilakunya. Ia tidak menyembah ke arah Yerusalem. Ia orang yang terpinggirkan dan dianggap tidak layak berdiri di hadapan Tuhan. Bagi orang Yahudi, Orang Samaria tidak berhak mengadakan kebaktian di Yerusalem. Tetapi orang Samaria tsb mampu melaksanakan kasih, dia merasa bahwa korban perampokan itu perlu ditolong dan berhak hidup seperti manusia lainnya. Tidak peduli apa bangsanya, apa agamanya, siapa dia, miskin atau kaya, nyawanya harus diselamatkan. Lebih jauh lagi ia membantu dan berjanji akan melunasi biaya pengobatannya.

Dari Perumpamaan itu, Tuhan Yesus Kristus bertanya " Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia?". Mari kita lihat definisi dari ahli Taurat tentang "sesama manusia" di ayat 37:


* Lukas 10:36-37
10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"
10:37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"



Mungkin dalam perumpamaan Yesus Kristus, ahli Taurat itu mengharapkan ada orang Yahudi lain yang bukan imam, bukan orang Lewi, atau tidak diberikan contoh oknum protagonis yang diambil dari golongan Samaria. Sehingga ketika ia menjawab pertanyaan Yesus, ia terkesan enggan menyebut kata "orang Samaria" tetapi lebih memilih menggunakan kata "orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya" tanpa menyebut "Samaria", mungkin masih nggak rela… :)

Bagi kalangan Yahudi, sesama manusia adalah sesama Yahudi, demikian penafsiran mereka atas Ulangan 6:5 dan Imamat 19:18, namun berbeda menurut Yesus Kristus.


* Ulangan 6:5
Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.

* Imamat 19:18
Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.



Dalam penjelasan lain, pernah saya singgung pandangan Yahudi terhadap bangsa lain yang tidak menganggap bangsa lain "sesama manusia", bahkan mereka menyebut golongan "anjing" atau golongan "kafir" bagi non-Yahudi (Reff. anjing-vt636.html)

Baik imam maupun orang Lewi pun termasuk sesama manusia tetapi "pasif", Yesus Kristus menekankan makna yang "aktif". Semua manusia bagi ahli Taurat itu adalah semua orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi. Inti kisah dalam Lukas 10:25-37 ini sebenarnya bukan terletak pada pertanyaan, "Siapakah sesamaku manusia" melainkan "Apakah aku membawakan diri sebagai seorang sesama manusia?" Inilah ajaran-agung yang dicanangkan Yesus Kristus bagi kita semua. Kembali kepada perumpamaan tadi, ada 2 pertanyaan:

- Mungkinkah seorang Kristen yang taat, tetapi tidak mampu bersikap manusiawi?
- Mungkinkah seorang yang gemar menyembah Tuhan tetapi benci kepada sesamanya?


Sekarang bagaimanakah menerapkan kasih itu sendiri? Apakah hanya cukup kita terapkan kepada sesama orang seiman saja? Itu bukanlah kasih Kristus, sebab Ia sendiri mengajarkan kepada kita sbb :


* Lukas 6:32
Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.



Bandingkan juga dengan :


* Matius 5:46-47
5:46 Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?
5:47 Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?



Dalam bagian lain Alkitab mengajarkan kepada kita apa itu Kasih :


* 1 Korintus 13:4-7
13:4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
13:6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.



Dengan ini kita mengerti bahwa kasih adalah kegiatan, kelakuan, dan tindakan, bukan hanya sekedar perasaan batin atau motivasi. Kita menyebut diri kita Kristen, tetapi hati kita sering tidak peka terhadap penderitaan dan keperluan orang lain. Namun Alkitab mengajar dengan jelas bahwa seorang yang tak mempunyai kasih terhadap sesama, tidak mendapat hidup kekal.

Mari kita masing-masing meninjau hati kita sendiri, dan Anda sendiri nanti yang menentukan jawabannya terhadap pertanyaan "Apakah aku membawakan diri sebagai seorang sesama manusia?"




Blessings in Christ,
BP
October 9, 2006

0 komentar:



Posting Komentar