Kepatuhan kepada Pemerintah

* Roma 13:1-7
13:1 Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.
13:2 Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.
13:3 Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya.
13:4 Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.
13:5 Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita.
13:6 Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah.
13:7 Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.



PENDAHULUAN :

Pembagian perikop ini sebagai berikut:

(a) Dalam 13:1-7 terdapat unsur-unsur yang menghubungkannya dengan bagian sebelumnya dan sesudahnya dalam Kitab Roma ini.
(b) Namun, kita mendapat kesan bahwa 13: 1-7 merupakan nasihat tersendiri, yang berhubungan agak longgar dengan nasihat-nasihat lain itu.
(c) Karena itu, alasan yang mendorong Paulus memuat nasihat mengenai sikap terhadap pemerintahan duniawi ini dalam rangka Roma 12-13 tidak dapat ditentukan dengan pasti.
(d) Sama seperti 12:14-21, begitu juga 13:1-7 bermaksud hendak menempatkan jemaat di tengah masyarakat, bukan di luarnya, sambil memberi nasihat mengenai sikapnya
terhadap masyarakat itu.

Selain Roma 13: 1-7, dalam PB ada beberapa nas lain lagi yang memberi nasihat tentang sikap orang Kristen terhadap pemerintah. Dalam 1 Petrus 2:13-17, 1 Timotius 2:2, dan Titus 3:1 kita temukan berbagai unsur yang tercantum juga dalam Roma 13: 1-7. Unsur -pnsur itu ialah ketaatan kepada pemerintah, bahkan kepada semua penguasa, yang ditempatkan di atas kita dan yang diberi tugas menghukum kejahatan dan 'memuji' mereka yang berbuat baik. Namun, hanya dalam Roma 13:1-7 langsung dikatakan bahwa pemerintah ditetapkan oleh Allah. Juga isi ayat 6-7a hanya kita temukan di tempat ini. Maka dapat disimpulkan bahwa nasihat mengenai sikap terhadap pemerintah termasuk ajaran umum gereja purba, tetapi diperluas Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma.


PENJELASAN :


13:1 LAI TB, Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.
BIS (Bahasa Indonesia Sehari-hari), Setiap orang haruslah taat kepada pemerintah, sebab tidak ada pemerintah yang tidak mendapat kekuasaannya dari Allah. Dan pemerintah yang ada sekarang ini, menjalankan kekuasaannya atas perintah dari Allah.
KJV, Let every soul be subject unto the higher powers. For there is no power but of God: the powers that be are ordained of God.
TR, πασα ψυχη εξουσιαις υπερεχουσαις υποτασσεσθω ου γαρ εστιν εξουσια ει μη απο θεου αι δε ουσαι εξουσιαι υπο του θεου τεταγμεναι εισιν
Translit interlinear, pasa {tiap-tiap} psukhê {jiwa (orang)} exousiais {kepada pemerintah2} huperekhousais {yg berada di atas} hupotassesthô {harus tunduk} ou {tidak} gar {sebab} estin {ada} exousia {pemerintah} ei mê {kecuali} apo {dari} theou {Allaj} hai {(pemerintah)} de {dan} ousai {(yang) ada} exousiai {pemerintah} hupo {oleh} tou theou {Allah} tetagmenai {telah ditetapkan} eisin {adalah}


Ayat 1a : "Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya",

    'Tiap-tiap orang', Yunani "πασα ψυχη - pasa psukhe", 'setiap jiwa', bandingkan Ibrani "KOL-NEFESY" (bandingkan Kejadian 9:10, dan Roma 2:9). εξουσια - exousia = terjemahan istilah Latin "potestas", 'kekuasaan', 'penguasa'; jamak 'para penguasa'. υπερεχοντες – huperekhontes, yang oleh BIS digabungkan dengan exousiais menjadi 'pemerintah', berarti: 'yang melebihi', 'yang berada di atas', 'atasan'. Terjemahan KB 'taat' kurang tepat (lihat penjelasan di bawah).

Dengan memakai kata-kata ' setiap orang' Paulus beralih dari pemakaian orang kedua (12:9-21) ke orang ketiga (13:1-3). Peralihan ini menandakan awal nasihat yang baru, yaitu mengenai pemerintahan duniawi dan mengenai sikap orang Kristen terhadapnya. Sebagaimana telah dikatakan di atas, nasihat baru ini dapat kita anggap menyambung nasihat 12: 14-21 mengenai sikap orang Kristen terhadap orang di luar jemaat.

Seluruh isi ayat 1-7 tercantum dalam kata-kata pertama: "Setiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya". Kalau dikatakan setiap orang , artmya bahwa demikianlah kehendak Tuhan terhadap semua orang, baik yang Kristen maupun yang bukan Kristen. Namun. dalam hubungan surat ini Paulus tentu menyapa orang Kristen. Janganlah mereka beranggapan bahwa kedudukan mereka sebagai orang Kristen membebaskan mereka dari kewajiban mereka terhadap negara. "Setiap orang": harfiah : setiap jiwa. Ungkapan itu tidak merupakan bahasa Yunani tetapi berasal dari istilah bahasa Ibrani, artinya dari PL. Pemakaian ungkapan dari PL itu meningkatkan sifat khidmat nasihat Paulus, sehingga nasihat itu menuntut perhatian lebih besar lagi.

Yang dalam terjemahan LAI disebut 'pemerintah' dalam bahasa asli memakai bentuk jamak. Jadi, kita dapat memakai terjemahan 'penguasa-penguasa'. Dengan demikian nasihat ini menjadi lebih konkret.

'Pemerintah' merupakan tempat nun-jauh, pengertian abstrak, Presiden dan menteri yang wajahnya kita lihat dalam koran atau majalah, tapi yang tidak pernah kita jumpai. Tetapi 'penguasa' adalah jajaran orang yang berwenang, para pejabat sipil, petugas kepolisian, komandan-komandan distrik militer. Tiap orang di antara kita harus berurusan dengan mereka ', Tentang mereka dikatakan bahwa mereka 'berada di atas (kita)' . Karena Itu kita harus takluk' kepada mereka.

    Menurut beberapa ahli : 'penguasa-penguasa' di sini mempunyai arti ganda. Sebab di belakang insan-insan penguasa bersembunyi 'kuasa-kuasa', yaitu malaikat-malaikat. Mereka inilah yang memerintah dunia, dan para pennguasa duniawi hanya alat di tangan mereka. Karena itu orang Kristen harus lebih taat lagi kepada penguasa duniawi. Dalam hubungan dengan teori ini dapat dicatat, bahwa dalam PB istilah εξουσια - exousia memang dipakai sebagai sebutan malaikat-malaikat (misalnya 1 Korintus 15:24; Efesus 1:21; 3:10; 6: 12; Kolose 1:16 dan 2: 10, 15). Tetapi tidak pernah orang Kristen disuruh takluk kepada kuasa-kuasa itu; sebaliknya, kuasa-kuasa itu ditaklukkan oleh Kristus (1 Korintus 15:24; Kolose 2:15). Maka di sini dan dalam 1 Korintus 2:8 serta Tirus 3:1 yang dimaksud ialah insan-insan penguasa semata-mata.

Nasihat Paulus ini menyangkut bidang kehidupan yang penting, yaitu bidang politis. Karena itu, perkataan 'takluk' itu layak kita bicarakan tersendiri.

    Kata kerja Yunani : υποτασσω – hupotassô muncul tiga puluh kali dalam PB. Arti harfiahnya: 'menempatkan diri di bawah'. Yang diungkapkannya ialah sikap yang seharusnya diambil seorang Kristen terhadap Allah (Yakobus 4:7) dan hukum Allah (Roma 8:7), terhadap Kristus (Efesus 5:24), tetapi juga terhadap para pelayan gereja (1 Korintus 16:16). Menurut Efesus 5:22, seorang istri Kristen harus 'takluk' kepada suaminya, dan menurut 1 Petrus 2:18 seorang budak Kristen kepada tuannya. Tetapi Efesus 5:21 menyatakan bahwa anggota jemaat harus 'takluk' (LAI: merendahkan diri) yang seorang kepada yang lain.

Nas terakhir itu seharusnya membuat kita menyadari apa sebenarnya sifat 'ketaklukan' yang dianjurkan kepada kita orang Kristen. Menurut pola dunia ini, orang takluk kepada penguasa atau kepada orang lain sebab takut, atau karena mengharapkan sesuatu. Tentu seorang penguasa takkan menganggap dirinya takluk kepada kaum bawahannya. Tetapi menurut kehendak Allah orang Kristen takluk karena alasan lain. Alasan itu diungkapkan Calvin dalam tafsiran Efesus 5:21. Katanya, 'Allah telah mengikat kita yang seorang kepada yang lain begitu rupa, sehingga tak seorang pun boleh menganggap dirinya dibebaskan dari kewajiban takluk. Di mana pun kasih berkuasa, di situ orang saling melayani. Aku malah tidak mengecualikan kaum raja dan penguasa lainnya, sebab yang merupakan makna pemerintahannya ialah pelayanan.' Sebab itu sepatutnya rasul menasihati semua orang agar mereka takluk yang seorang kepada yang lain. Jadi, sikap seorang Kristen terhadap pemerintah tidak ditentukan oleh rasa takut, tetapi berdasarkan asas kasih (Roma 12:9; 13:8). Dasarnya, yang sekaligus mengandung pembatasannya, akan dikemukakan dalam bagian kedua ayat ini.

    Bila membela hak pekabaran Injil terhadap penguasa penjajah Belanda, para zendeling sering berkata 'orang Kristen adalah warga negara terbaik'. Ucapan ini dapat disalah-artikan, dan memang pernah disalahartikan oleh sementara tokoh zending, seakan-akan orang-orang Kristen tidak boleh bersikap kritis terhadap para penguasa (penjajah), Namun, ucapan itu bukann tidak benar. Sebab ketaatan seorang Kristen (seharusnya) mempunyai dasar yang jauh lebih kokoh daripada sekadar rasa takut, yaitu kasih kepada Tuhan dan kepada sesama manusia.

Roma 13:1a ini bandingkan dengan :

* 1 Petrus 2:13-14
2:13 LAI TB, Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi,
KJV, Submit yourselves to every ordinance of man for the Lord's sake: whether it be to the king, as supreme;
TR, υποταγητε ουν παση ανθρωπινη κτισει δια τον κυριον ειτε βασιλει ως υπερεχοντι
Translit interlinear, hupotagête {tunduklah} oun pasê{kepada setiap} anthrôpinê {manusia} ktisei {lembaga/ kekuasaan} dia {karena} ton kurion {Tuhan} eite {baik} basilei {kepada raja} hôs {sebagai} huperekhonti {yang berada diatas}

2:14 LAI TB, maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik
KJV, Or unto governors, as unto them that are sent by him for the punishment of evildoers, and for the praise of them that do well.
TR, ειτε ηγεμοσιν ως δι αυτου πεμπομενοις εις εκδικησιν μεν κακοποιων επαινον δε αγαθοποιων
Translit interlinear, eite {maupun} hêgemosin {kepada para} hôs {sebagai} di autou {olehnya} pempomenois {yang diutus} eis {untuk} ekdikêsin {hukuman} men kakopoiôn {bagi orang yg berbuat jahat} epainon {pujian} de {tetapi} agathopoiôn {bagi yang berbuat baik}

Konteks 2 ayat diatas adalah : Seorang Kristen adalah warga yang taat hukum, cermat dan penuh disiplin. Petrus memberikan arahan bahwa sebagai umat Allah hendaknya memberikan kepada pemerintah dan jajarannya (lihat 12:7) apa yang patut diberikan kepadanya.

Bandingkan pengajaran ini dengan apa yang tertulis dalam Matius 17:24-27: 22:21; Markus 12:17, Lukas 20:25). Umat Kristen harus taat kepada pemerintah. Penerapan perintah ini tentu berarti harus menyetujui kejahatan.

* Titus 3:1-2
3:1 Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik.
3:2 Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang.



Penerapan perintah untuk taat kepada pemerintah tersebut, dalam bagian lain, Rasul Petrus pun memberikan suatu pengecualian pada suatu keadaan tertentu bahwa warga negara juga dapat menolak penguasa jikalau penguasa itu menuntut sesuatu yang menjadi milik Allah. Kata-kata Petrus sendiri di hadapan Sandherin menunjukkan kenyataan tersebut "Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah." (Kisah 4:19). Kemudian Petrus kembali menantang dihadapan para Sandherin, bahwa dia dan para rasul lainnya menghadapkan pilihan mereka untuk lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia :

* Kisah 5:29
LAI TB, Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: "Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.
KJV, Then Peter and the other apostles answered and said, We ought to obey God rather than men.
TR, αποκριθεις δε ο πετρος και οι αποστολοι ειπον πειθαρχειν δει θεω μαλλον η ανθρωποις
Translit interlinear, apokritheis {menjawab} de {tetapi} ho petros {Petrus} kai {dan} hoi {itu} apostoloi {rasul-rasul} eipon {berkata} peitharkhein {taat} dei {seorang harus} theô {kepada Allah} mallon {lebih} hê {daripada} anthrôpois {kepada manusia-manusia}

Taat kepada Allah adalah kemutlakan, bandingkan dengan kata-kata Socrates kepada hakim-hakim yang menjatuhi dia hukuman 'I will obey the god rather than you' (Plato, Apology, 29d).

Ayat 1b : "sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.",

    "υπο του θεου – hupo tou theou", sebetulnya 'oleh Allah', "υποτασσεσθω - hupotassesthô" (takluk) dan "τεταγμεναι – tetagmenai" (ditetapkan)

Dalam nas ini dan dalam ayat -ayat berikutnya tersurat apa yang tersirat dalam. perkataan 'takluk'. Pertama-tama dikatakan bahwa "tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah". Kalimat ini mengandung tiga unsur yang patut kita perhatikan :

Pertama, bahwa kita harus takluk kepada penguasa sebab bagi kita ia mewakili Allah. Bila menghadapi penguasa, kita tidak sekadar berurusan dengan manusia yang sederajat, tetapi secara tidak langsung berurusan dengan Tuhan sendiri.

Kedua, bahwa kuasa apa pun tidak mempunyai dasar selain ketetapan Anah. Dasarnya bukanlah kepercayaan bahwa orang atau golongan tertentu merupakan keturunan dewa. Bukan juga kepercayaan pada kesaktian (kasakten) seseorang yang dianggap telah menerima wahyu. Dasarnya bukan juga kekerasan senjata atau kemauan rakyat semata-mata.

Ketiga, kata-kata ini menunjukkan batas kuasa kaum penguasa. Mereka harus melaksanakan kehendak Tuhan. Tuhan ingin supaya semua orang selamat, dan pemerintah seharusnya menjadi sarana dalam menjalankan rencana keselamatan itu. Dia meninggikan orang yang dengan rendah hati melaksanakan tugas yang diserahkan-Nya.kepada mereka, dan Dia merendahkan mereka yang berhati tinggi dan tidak mengakui kuasa-Nya atas diri mereka.

    Kalau kekuasaan para penguasa berdasarkan salah satu sifat mereka sendiri, mereka tidak juga terikat pada salah satu hukum di luar diri mereka sendiri Apa pun yang dilakukan penguasa harus diterima. Dengan perkatatan lain, kuasanya bersifat total. Ia dapat dianggap 'bersalah' hanya kalau ia gagal mencapai tujuannya. Demikianlah ideologi kerajaan ketimuran, antara lain dalam kerajaan-kerajaan helenistis pada abad-abad terakhir sM. Lain keyakinan yang dinyatakan dalam PL. Di Israel dan di dunia luar tidak ada raja yang tidak ditetapkan oleh Allah. Karena itu, raja-raja itu terikat pada hukum Tuhan. Mereka menjadi alat pemerintahan-Nya atas umat manusia dan karena itu wajib menegakkan keadilan dan mengupayakan kemakmuran rakyatnya. Wawasan ini terdapat dengan sangat jelas dalam firman Nabi Yesaya mengenai raja diraja Persia, Koresy (Yesaya 45:1-8). 'Dia memecat raja dan mengangkat raja', demikian dikatakan Daniel di hadapan raja Babel mahadewa, dan ditulis dalam Kitab Daniel di tengah dunia helenistis (Daniel 2:21). Tetapi sama seperti dalam Roma 13:1-7, keyakinan itu tidak menjadi alasan untuk meremehkan kewajiban menaati raja. Dalam Amsal 24:21 ketaatan kepada raja malah disamakan dengan ketaatan kepada Tuhan. Ketidaktaatan hanya muncul dan dibenarkan dalam satu hal, yaitu kalau raja (penguasa) mendudukkan diri di tempat Tuhan, sebagaimana dilakukan raja Nebukadnezar (Daniel 3).

Selanjutnya ditambahkan lagi: "dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah". Mungkin kata-kata ini sekadar mengulang dengan nada positif kalimat negatif yang mendahuluinya. Tetapi kata-kata ini lebih bermakna kalau kita tafsirkan 'pemerintah yang ada' sebagai 'penguasa-penguasa yang kamu hadapi', yaitu para penguasa Romawi, mulai dari kaisar sampai aparat pemerintahan di propinsi dan kotapraja. Kita tahu bahwa penguasa-penguasa itu menyembah dewa, dan kadang-kadang mengambil tindakan yang merugikan orang Kristen. Kendati demikian, mereka harus dianggap sebagai pemerintah yang ditetapkan oleh Allah.

    Di kemudian hari penguasa Romawi menganiaya jemaat. Mereka pun mendudukkan diri di tempat Tuhan dengan menuntut persembahan kurban. Ketika orang Kristen menolak mempersembahkan kurban dupa kepada 'roh kaisar', negara malah berupaya membasmi gereja Kristen. Namun, Gereja Lama tidak pernah menyimpang dari pendapat Paulus yang terdapat dalam ayat ini dan yang berikut. Orang Kristen tetap mendoakan kaisar dan semua penguasa dalam ibadah mereka (reff. 1 Clemens 60-61). Tidak pernah terpikirkan oleh tokoh-tokoh Kristen pada zama Gereja Lama mengangkat senjata melawan kaum penganiaya (lihat penjelasan ayat 4 di bawah).


13:2 LAI TB, Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.
BIS, Itu sebabnya orang yang menentang pemerintah sama saja dengan menentang apa yang telah ditentukan oleh Allah. Dan orang yang berbuat begitu akan menerima hukuman.
KJV, Whosoever therefore resisteth the power, resisteth the ordinance of God: and they that resist shall receive to themselves damnation.
TR, ωστε ο αντιτασσομενος τη εξουσια τη του θεου διαταγη ανθεστηκεν οι δε ανθεστηκοτες εαυτοις κριμα ληψονται
Translit interlinear, hôste {sebab itu} ho {orang yang} antitassomenos {melawan} tê exousia {pemerintah} tê tou theou {Allah} diatagê {ketetapan} anthestêken {menentang} hoi {orang2 yang} de {lalu} anthestêkotes {menentang} eautois {atas diri mereka} krima {hukuman} lêpsontai {akan mendapat}

    'Melawan' (Yunani, "αντιτασσομενος – antitassomenos", yang serumpun dengan "υποτασσεσθω - hupotassesthô" (takluk) dan "τεταγμεναι – tetagmenai" (ditetapkan) dalam ayat 1, dan dengan "διαταγη - diatagê" (ketetapan dalam ayat 2. Sebaliknya, 'melawan' yang kedua merupakan terjemahan "ανθεστηκεν - anthestêken". αντιτασσω antitassô di sini mempunyai arti medial 'menempatkan diri berhadapan dengan', dari situ 'menentang' 'melawan' "ληψονται – lêpsontai" adalah bentuk medial, 'mendatangkan atas dirinya'

Ayat 2 menarik kesimpulan dari apa yang dikatakan dalam ayat 1b "barang siapa lawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah" Orang demikian akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Hukuman siapa? Dari penguasa, tentu. Tetapi, yang lebih parah, hukuman itu juga hukuman Allah, yang mempertahankan ketetapan-Nya dan menghukum mereka yang melanggar ketetapan itu.

    Peringatan dalam.ayat 2 ini tidak ada dalam 1 Timotius 2:1; Titus 3:1; 1 Petrus 2.13-17. Maka timbul pertanyaan.Mengapa Paulus di sini menganggap perlu dengan begitu tegas mengancam hukuman kepada mereka yang melawan pemerintah? Pernah aaa penafsir yang menduga bahwa jemaat Kristen di Roma bersimpati pada gerakan kaum Zelot. Atau bahwa orang Kristen di Roma terhanyut oleh keyakinan bahwa akhir dunia sudah dekat sehingga mereka memandang rendah segala hal duniawi, termasuk negara. Tetapii pandangan-pandangan ini tidak didukung oleh bukti yang nyata. Ayat 11 malah langsung bertentangan dengan dugaan kedua itu.
    Ada juga ahli sejarah yang menerangkan, sekitar tahun 58 penduduk kota Roma melancarkan aksi protes melawan pajak yang tinggi, sampai-sampai melakukan unjuk rasa di hadapan kaisar Nero. Kemungkinan nasihat Paulus di sini (bandingkan juga ayat 6) ada hubungan dengan aksi-aksi itu. Tetapi dugaan ini pun tidak didukung bukti yang jelas.


13:3 LAI TB, Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya.
BIS, Sebab, orang yang berbuat baik tidak usah takut kepada pemerintah. Hanya orang yang berbuat jahat saja yang harus takut. Kalau Saudara ingin supaya Saudara tidak merasa takut terhadap pemerintah, Saudara harus berbuat baik, maka Saudara akan dipuji.
KJV, For rulers are not a terror to good works, but to the evil. Wilt thou then not be afraid of the power? do that which is good, and thou shalt have praise of the same:
TR, οι γαρ αρχοντες ουκ εισιν φοβος των αγαθων εργων αλλα των κακων θελεις δε μη φοβεισθαι την εξουσιαν το αγαθον ποιει και εξεις επαινον εξ αυτης
Translit interlinear, hoi gar arkhontes {sebab penguasa2} ouk eisin {bukanlah} phobos {penyebab ketakutan} tôn agathôn {yang baik} ergôn {perbuatan} alla {tetapi} tôn kakôn {bagi yang jahat} theleis {engkau hendak} de {maka} mê {tidak} phobeisthai {takut kepada} tên exousian {pemerintah} to agathon {yang baik} poiei {berbuatlah} kai {dan} exeis {engkau akan beroleh} epainon {pujian} ex {dari} autês {-nya}

    Dalam ayat 3a LAI merombak susunan kalimat Yunani. Terjemahan harfiah berbunyi: 'Sebab yang berwajib tidak menjadi alasan untuk takut bagi perbuatan yang baik, tetapi bagi yang jahat'. 'Pemerintah' di sini terjemahan arkhontes: tokoh-tokoh pemerintahan.

Nas ini diawali kata sebab. Maka kita dapat menafsirkan ayat 3 bersama ayat 4 sebagai penjelasan ayat 2b. Tetapi istilah 'yang jahat' bersifat sangat umum, maka agaknya lebih masuk akal kalau isi ayat 3-4 kita pandang sebagai alasan kedua penaklukan kepada penguasa yang dianjurkan dalam ayat 1.

Alasan itu dapat kita simpulkan sebagai berikut: Mereka yang berwajib bukanlah musuhmu, asalkan kamu melakukan yang baik, bukan yang jahat. Yang tersirat di dalamnya ialah sudah barang tentu seorang Kristen tidak akan berbuat jahat, maka ia tidak perlu takut akan yang berwajib. Sebaliknya, ia dapat berharap akan beroleh pujian dari penguasa. Mungkin sekali 'pujian' itu tidak hanya merupakan kiasan. Para penguasa Romawi di propinsi-propinsi biasa mengajukan warga yang berjasa kepada kaisar agar mereka diberi surat pujian (bandingkan, Bintang Mahaputra, penghargaan Kalpataru yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada warga-negara yang berjasa).

Di sini kita sekadar mencatat bahwa istilah 'yang baik' dapat menim-4 bulkan salah paham. Yaitu salah paham seakan-akan menurut anjuran Paulus di sini cukuplah kalau seorang Kristen menaati hukum negara. Roma 13:1-7 termasuk keseluruhan Roma 12-13. Apa itu 'yang baik' telah ditentukan sebelumnya, yaitu dalam 12:9-21, bahkan dalam 12:1. Maka 'kebaikan' yang di sini dituntut dari seorang Kristen bukan (bukan hanya) kebaikan menurut hukum negara atau menurut kaidah kesopanan yang berlaku dalam masyarakat. Yang dituntut darinya ialah kebaikan menurut kaidah yang berlaku dalam Khotbah di Bukit (mungkin saja kesopanan menurut Khotbah di Bukit itu berbenturan dengan kesopanan orang banyak). Maka yang dilakukan orang Kristen bahkan lebih daripada yang dituntut oleh negara. Negara menuntut keadilan (kebenaran), orang Kristen menambahkan kasih. Catatan ini perlu, mengingat kenyataan bahwa dalam sejarah gereja negara sering bersikap memusuhi orang Kristen (bandingkan penjelasan ayat 1b dan 4).


13:4 LAI TB, Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.
BIS, 4 Sebab pemerintah adalah hamba Allah yang bekerja untuk kebaikanmu. Tetapi kalau Saudara berbuat jahat, memang Saudara harus takut kepadanya, sebab bukannya sia-sia saja ia berkuasa untuk menghukum orang. Ia adalah hamba Allah, yang menjatuhkan hukuman Allah kepada orang-orang yang berbuat jahat.
KJV, For he is the minister of God to thee for good. But if thou do that which is evil, be afraid; for he beareth not the sword in vain: for he is the minister of God, a revenger to execute wrath upon him that doeth evil.
TR, θεου γαρ διακονος εστιν σοι εις το αγαθον εαν δε το κακον ποιης φοβου ου γαρ εικη την μαχαιραν φορει θεου γαρ διακονος εστιν εκδικος εις οργην τω το κακον πρασσοντι
Translit interlinear, theou {Allah} gar {karena} diakonos {pelayan} estin {ia adalah} soi {bagimu} eis {kepada (untuk)} to agathon {yang baik} ean {jika} de {tetapi} to kakon {yang jahat} poiês {engkau berbuat} phobou {takutlah} ou {tidak} gar {karena} eikê {tanpa tujuan} tên makhairan {pedang} phorei {ia menyandang} theou {Allah} gar {sebab} diakonos {pelayan} estin {ia adalah} ekdikos {yang membalas} eis {untuk} orgên {kemurkaan (hukuman Allah)} tô {atas orang yang} to kakon {yang jahat} prassonti {berbuat}

    Ayat 4 jelas meneruskan argumentasi ayat 3. 'Hamba' disini maksudnya adalah 'penjabat' (Yunani, διακονος - diakonos, harfiah 'pelayan'). 'Untuk kebaikanmu', Yunani "σοι εις το αγαθον - soi eis to agathon", harfiah 'bagi engkau untuk kebaikan/yang baik'. Kita dapat menerjemahkannya sesuai dengan Roma 16:19 ('supaya engkau berbuat baik') atau juga sesuai dengan 8:28 ('demi kebaikanmu'). Dalam tafsiran, kami bertolak dari terjemahan yang kedua.

    εκδικος - ekdikos, 'pembalas', dapat juga berarti 'wakil dalam melaksanakan urusan hukum', atau 'wakil penguasa tinggi dalam melaksanakan tindakan'.

Ayat 4 terdiri dari tiga kalimat. Kalimat pertama menunjukkan alasan pernyataan dalam ayat 3b. Orang Kristen boleh percaya kepada pemerintah karena pemerintah adalah hamba Allah.

Dalam bahasa Yunani istilah yang dipakai di sini ialah διακονος - diakonos, 'diaken'. Istilah itu bertentangan dengan pandangan orang Yunani dan Romawi tentang negara. Kaum abdi negara memang 'hamba' (lihat di depan), tetapi negara sendiri tidak berhamba kepada siapa pun juga. Sebaliknya" negara merupakan penguasa tertinggi yang menuntut loyalitas (kesetiaan) mutlak dari pihak rakyat. Pada zaman Paulus tuntutan itu sudah mulai berwujud dalam kultus kaisar (persembahan kurban kepada roh kaisar sebagai perwujudan negara). Di sini Paulus tidak langsung mempersoalkan loyalitas kepada negara, bahkan ia menyuruh orang Kristen taat kepada negara. Namun, ketaatan itu ditempatkannya dalam kerangka yang sama sekali baru dengan menyebut negara 'hamba Allah'. Tatanan yang sedang berlaku tidak diserang langsung. Namun, tatanan itu ditempatkan dalam kerangka yang baru, misalnya dalam hal perbudakan. Dengan demikian dimulai upaya perubahan tatanan lama itu yang berangsur-angsur, namun radikal.

Arti dasar istilah διακονος - diakonos ialah hamba yang melayani di meja makan, yang atas perintah tuannya membagi-bagi makanan. Fungsi penguasa sebagai 'hamba Allah' serupa: atas perintah Tuhan negara membagi-bagikan pemberian-Nya. Kepada orang yang berbuat baik, penguasa membagikan kebaikan. Arti 'kebaikan' itu dapat kita simpulkan dari 1 Timotius 2:2. Di sana tertulis: 'agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan' . Dalam Institutio Calvin berkata, '... supaya ketenteraman umum tidak terganggu; supaya milik setiap orang tetap utuh tanpa dirongrong, supaya orang dapat berurusan satu sama lain tanpa saling merugikan; supaya keikhlasan dan sopan santun tetap dijunjung tinggi di antara mereka'. Fungsi pemerintahan itu memang paling bermanfaat bagi mereka yang berbuat baik, sebab justru merekalah yang perlu dilindungi dari orang jahat. Agaknya tidak kebetulan kalau di sini muncul ungkapan yang sama seperti dalam Roma 8:28. Sebab akhirnya dengan melindungi orang baik (orang Kristen!) pemerintah dengan cara tidak langsung membantu mereka memperoleh keselamatan kekal.

    Membaca pemyataan ini, kita dapat bertanya: apakah Paulus tidak tahu mengenai banyak kasus penyelewengan dan pemerasan yang terjadi dalam administrasi negara Romawi? Bukankah Paulus sendiri dan orang-orang Kristen lainnya mengalami penganiayaan dari pihak penguasa Romawi? Bukankah Paulus sadar bahwa Yesus Kristus dihukum mati oleh seorang gubernur Romawi (1 Timotius 6:13)?

    Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tadi, kita mencatat bahwa dalam abad pertama dan kedua M. pemerintahan Romawi pada umumnya adil dan berupaya memajukan kesejahteraan rakyat. Di ibukota beberapa kaisar membunuh sejumlah besar orang terkemuka dengan kejam (Tiberius, Caligula, Nero sesudah tahun 60). Namun, keadaan di propinsi-propinsi cukup mantap. Paulus sendiri berkali-kali dibebaskan oleh penguasa Romawi dari tuduhan musuhnya atau diberi perlindungan terhadap musuh-musuh itu (Kisah 18: 14 dyb.; 19:35-40; 22:29; 23:25-30). Pada masa Surat Roma ditulis, orang Kristen belum diganggu oleh negara karena agamanya. Lagi pula, yang oleh Paulus dipersalahkan atas kematian Kristus terutama para pemimpin Yahudi di Yerusalem, bukan pemerintah Romawi (1 Tesalonika 2:14 dyb.).

    Namun, catatan ini tidak memadai. Sebab di zaman kemudian, ketika orang Kristen mengalami penganiayaan yang hampir tak tertahankan dari pihak negara, Gereja Lama tidak pemah menyimpang dari garis Roma 13. Sepanjang sejarah gereja tokoh-tokoh Kristen tetap menganjurkan supaya anggota jemaat taat kepada pemerintah. Hanya, orang Kristen dapat menolak perintah penguasa yang langsung menentang hukum Allah, misalnya perintah mempersembahkan kurban kepada kaisar. Tetapi pemberontakan terhadap pemerintah yang menindas gereja haram hukumnya. Juga hak perlawanan terhadap pemerintah yang tidak adil dan kejam pada umumnya, tidak diakui atau sangat dibatasi. Alasannya terletak pada perkataan Paulus Roma 12:17-19, dan pada pengakuan bahwa bagaimanapun juga pemerintah adalah hamba Allah. Pemerintah itu mungkin tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, tetapi kejahatan itu tidak dapat dikalahkan dengan kejahatan, melainkan dengan kebaikan (Roma 12:21). Maka perlu kita perhatikan bahwa 'yang baik' dalam Roma 13:1-4 tidak lain dari kebaikan yang dianjurkan dalam 12:9-21. Jadi, bukan.kebaikan sipil semata-mata, melainkan kebaikan yang dianjurkan dalam Khotbah di Bukit (hnd. tafsiran ayat 3).

Sebaliknya, "jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang". Demikianlah kalimat kedua dalam ayat ini. Pemerintah tidak hanya bertugas melindungi orang baik. Ia harus juga mengekang orang jahat. Dalam hubungan ini Paulus memakai semacam kiasan: penguasa 'menyandang pedang'. Kita tahu bahwa pada zaman itu, bila mengenakan pakaian kebesaran, kaisar menyandang pedang pendek 'sebagai tanda kuasanya menentukan hidup atau mati para bawahannya. Begitu pula sebagian petugas kepolisian, dan sudah tentu prajurit-prajurit dalam tentara bersenjatakan pedang. Dengan demikian kiasan Paulus di sini menunjukkan kemampuan dan wewenang penguasa menghukum orang-orang jahat.

Sebagaimana bila melindungi orang baik, demikian juga bila menghukum orang jahat penguasa adalah hamba Allah. Dalam hubungan ini Paulus memakai istilah dari tata hukum Romawi (lihat penjelasan di atas). Di sini istilah itu dapat diterjemahkan: 'wakil untuk melaksanakan tindakan penguasa tertinggi'. Sebagaimana kaum penguasa adalah abdi negara, begitu negara sendiri dan dengan demikian semua orang yang memegang kekuasaan adalah hamba Allah, dan menjadi wakil-Nya dalam melaksanakan hukuman-Nya. Temyata di sini juga berlaku hubungan yang tadi kita temukan antara 'kebaikan' dan 'keselamatan kekal'. Hukuman pemerintah merupakan perwujudan sementara, yang masih terbatas, dari hukuman Allah yang akan ditimpakan-Nya pada hari kiamat.

    Kalau pemerintah melaksanakan hukuman Allah, maka agaknya bukan pemerintah sendirilah yang berhak menentukan apa-yang baik dan apa yang jahat. Sebaliknya, yang menjadi kaidah dalam hal itu ialah hukum Allah. Gerejalah yang kalau perlu harus menasihati penguasa yang menyimpang dari hukum itu, sebagaimana pemah dilakukan Nabi Natan di hadapan raja Daud. (Dalam hubungan ini kita mencatat bahwa teguran Natan tidak menyangkut firman pertama, tetapi yang keenam dan ketujuh dari Dasa-Titah (Sepuluh Firman).) Namun, segi ini tidak sampai diungkapkan dengan jelas dalam, Roma 13. Kita diberi tahu bahwa pemerintah memuji orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat. Tetapi kita tidak mendengar, dari mana pemerintah tahu, apa yang baik dan apa yang jahat. Soalnya, di sini Paulus tidak merumuskan ajaran mengenai hubungan antara gereja dengan negara, tetapi menasihati dan menghibur orang-orang Kristen yang sedang mengalami kesulitan dalam urusan mereka dengan negara.


13:5 LAI TB, Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita.
BIS, Itu sebabnya Saudara harus taat kepada pemerintah -- bukan hanya karena Saudara tidak mau dihukum, tetapi juga karena suara hati nuranimu.
KJV, Wherefore ye must needs be subject, not only for wrath, but also for conscience sake.
TR, διο αναγκη υποτασσεσθαι ου μονον δια την οργην αλλα και δια την συνειδησιν
Translit interlinear, dio {sebab itu} anagkê {kita harus} hupotassesthai {patuh} ou {tidak} monon {hanya} dia {karena} tên {itu} orgên {kemurkaan (hukuman Allah)} alla {bahkan} kai {juga} dia {karena} tên suneidêsin {hati nurani kita}

    'Menaklukkan diri' dalam bahasa Yunani memakai kata kerja yang sama seperti 'takluk' dalam ayat 1. 'Perlu', Yunani αναγκη – anagkê, baca 'anangkê', yang berarti juga 'nasib', jadi lebih kuat daripada sekadar 'perlu' (bandingkan 1 Korintus 7:37, 'terpaksa'). "ou monon ... alla kai" dapat diterjemahkan 'tidak hanya ... bahkan .. .' (bandingkan 5:3; 9:10). Kata 'Allah' merupakan tambahan LAI untuk memberikan keterangan yang berkaitan dengan konteks ayat

Ayat ini menarik kesimpulan dari ayat 1-4. Sebab itu, yakni 'sebab segala sesuatu yang dikatakan dalam ayat-ayat terdahulu, "perlu kita menaklukka diri". 'Perlu' sebelimnya belum cukup keras. Bahasa Yunani memakai istilah αναγκη – anagkê = nasib. Mutlak perlu, yang memiliki makna terpaksa kita takluk kepada penguasa.

Alasanya disebut dalam bagian kedua nas ini. Malah ada dua alasan: "bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita". Kita mencatat dulu bahwa kedua alasan tersebut tidak seimbang. Yang kedua lebih berat daripada yang pertama (bandingkan Roma 5:3; 9:10). Keduanya berkaitan dengan nasihat dalam kedua ayat terdahulu: 'jika seorang berbuat baik ... tetapi jika engkau berbuat jahat' . Kalau kita cenderung melanggar peraturan, kita sepatutnya takut akan hukuman, dan rasa takut itu dapat mendorong kita meninggalkan kejahatan kita. Tetapi kalau kita 'hidup dalam Roh' (Roma 8:9) dan 'mematikan perbuatan-perbuatan tubuh' (Roma 8:13) maka kita telah menjadi sadar akan kehendak Tuhan. Sama seperti dalam Roma 2:15 'suara hati' adalah kesaksian dalam batin kita mengenai kehendak Tuhan. Hukum Tuhan menjadi pokok kesenangan bagi seorang percaya (Mazmur 119). Maka yang dikatakan di sini ialah seorang percaya takluk kepada penguasa, tidak hanya. karena hukuman yang ia takuti, tetapi terutama karena hukum yang Ia senangi. Sebab ia tahu bahwa Tuhan telah memberi para penguasa tugas mempertahankan dan menjalankan hukum itu. .

Dengan demikian jelaslah juga bahwa 'paksaan' yang disebut dalam bagian pertama nas ini tidak sama bagi kedua belah pihak. Bagi orang yang taat karena takut akan hukuman, paksaan itu datang dari luar, dan layak mendapat nama Itu. Sebaliknya, bagi orang yang takluk karena memakai hukum Tuhan 'paksaan' itu lebih pantas disebut 'dorongan batin . Berkat dorongan Itu, Ia dengan senang hati melaksanakan hukum Tuhan. dan dengan demikian memenuhi tuntutan agar ia taat kepada memerintah duniawi, yang telah diberi tugas mempertahankan hukum Itu.


13:6 LAI TB, Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah.
BIS, Itulah juga alasannya mengapa Saudara membayar pajak, sebab pemerintah adalah pegawai Allah yang menjalankan tugas yang khusus ini.
KJV, For for this cause pay ye tribute also: for they are God's ministers, attending continually upon this very thing.
TR, δια τουτο γαρ και φορους τελειτε λειτουργοι γαρ θεου εισιν εις αυτο τουτο προσκαρτερουντες
Translit interlinear, dia touto {itulah sebabnya} gar {maka} kai {juga} phorous {pajak2} teleite {kalian membayar} leitourgoi {pelayan2} gar {karena} theou {Allah} eisin {mereka adalah} eis {untuk} auto touto {hal inilah} proskarterountes {(yang) terus menekuni}

    "δια τουτο - dia touto", 'itulah sebabnya', di sini mengacu ke belakang, bukan ke depan . τελειτε – teleite (kalian membayar) serumpun dengan "telônês", 'pemungut cukai'. Bentuk "teleite" dapat berarti 'kamu bayar' atau 'kamu harus bayar' (imperatit). Karena didahului "gar" maka di sini agaknya yang pertama yang tepat. 'Pelayan' (Yunani λειτουργοι - leitourgoi, bandingkan istilah 'liturgi'. Kata kerja προσκαρτερουντες - proskarterountes muncul pula dalam Roma 12:12. Dalam kalimat 6b 'pelayan-pelayan Allah' berada di depan, sehingga mendapat tekanan.

Dalam ayat 5 Paulus telah menarik kesimpulan dari ayat 3-4. Yaitu bahwa orang Kristen wajib taat kepada pemerintah, karena pemerintah adalah hamba Allah. Kini, dalam bagian pertama ayat 6, Paulus menyebut kenyataan bahwa orang Kristen di Roma membayar pajak. Kenyataan itu membuktikan bahwa keyakinan yang telah ia ungkapkan dalam ayat 3-4 bukan omong kosong belaka, dan bahwa desakannya dalam ayat 5, agar orang Kristen menaati pemerintah, memang wajar. Sebab dengan membayar pajak, yang mungkin justru pada tahun-tahun itu sangat berat, orang Kristen memperlihatkan bahwa mereka rela takluk kepada pemerintah (ayat 1, 5). Pembayaran pajak itu merupakan pengakuan mereka terhadap pemerintah sebagai hamba Allah (ayat 3-4).

    Bagian kedua ayat 6 dapat kita baca dengan dua cara. Yang pertama ialah cara LAI. Cara kedua mendasari terjemahan BIS (bahasa Indonesia sehari-hari) 'sebab pemerintah adalah pegawai Allah yang menjalankan tugas yang khusus ini'. Dalam hal ini 'adalah' mengacu pada penguasa (pemimpin) dalam ayat 1 dan 3, bukan ke depan, pada 'mereka yang mengurus'. Kami memilih cara BIS. Namun, terjemahan BIS pun masih menimbulkan persoalan, yaitu mengenai tafsiran "auto touto", 'justru itu'. Apakah 'itu' pemungutan pajak? Atau pelaksanaan tugas sebagai 'pegawai Allah'? Atau penunaian tugas sebagai hamba Allah menurut ayat 3-4? Kita tidak dapat menentukan pilihan dengan pasti; mungkin yang pertama yang paling mudah untuk
    diterima.

Dalam bagian kedua ayat 6 Paulus menyebut pemerintah dengan memakai gelar yang lebih terhormat daripada 'hamba'. Dalam bahasa Yunani istilah λειτουργος - leitourgos dipakai bagi orang yang menyelenggarakan pelayanan umum. Pelayanan itu bisa di bidang keagamaan (demikian biasanya dalam Alkitab). Tetapi dalam bahasa Yunani umum leitourgos biasanya berarti orang yang melayani negara, apakah sebagai pegawai, atau sebagai orang swasta. Itulah juga artinya di sini. Para penguasa dan pegawai negeri memang mengabdi kepada negara. Tetapi temyata mereka adalah abdi instansi yang lebih tinggi lagi, yaitu Tuhan sendiri'. Karena itu, mereka berusaha dengan tekun (bandingkan Roma 12:12, lihat penjelasan di atas) mengumpulkan dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan tugas yang oleh Tuhan dibebankan kepada mereka.


13:7 LAI TB, Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.
BIS, Jadi bayarlah kepada pemerintah apa yang Saudara harus bayar kepadanya. Bayarlah pajak, kalau Saudara harus membayar pajak; dan bayarlah cukai kalau Saudara harus membayar cukai. Hargailah mereka yang harus dihargai dan hormatilah mereka yang harus dihormati
KJV, Render therefore to all their dues: tribute to whom tribute is due; custom to whom custom; fear to whom fear; honour to whom honour.
TR, αποδοτε ουν πασιν τας οφειλας τω τον φορον τον φορον τω το τελος το τελος τω τον φοβον τον φοβον τω την τιμην την τιμην
Translit interlinear, apodote {penuhilah} oun {dan} pasin {kepada semua (orang)} tas opheilas {apa yang diwajibkan} tô ton phoron {(kepada orang yg berhak menerima) pajak} ton phoron {pajak} tô to telos {(kepada orang yg berhak menerima) cukai} to telos {cukai} tô ton phobon {(kepada orang yg berhak menerima) rasa hormat} ton phobon {rasa hormat} tô tên timên {(kepada orang yg berhak menerima) kehormatan} tên timên {kehormatan}


    Apodidonai berarti: 'mengembalikan' atau 'memberi apa yang wajib diberikan' (bandingkan Markus 12: 17). LAI 'yang harus kamu bayar', Yunani "τας οφειλας - tas opheilas" = 'hutang', 'kewajiban'. φοβος – phoros adalah pajak langsung; τελος – telos pajak tidak langsung' (cukai). "πασιν - pasin" (kepada semua orang) diterjemahkan bebas: 'mereka/pemerintah' 'yang berhak menerima' melengkapkan ungkapan singkat yang harfiah berbunyi: 'kepada yang pajak, pajak', dst.

Ayat 7 ini menutup nasihat mengenai hal pemerintahan, sekaligus merupakan peralihan ke bagian yang berikut. Dalam hubungan ayat-ayat terdahulu semua orang berarti: semua golongan orang yang menjalankan kekuasaan atas kita atas nama Allah dan demi kebaikan kita. Karena tadi dipakai contoh pajak maka yang disebut pertama ialah golongan pemungut pajak dan cukai. Menyusullah dua golongan lain yang agaknya bersifat lebih umum. "Orang yang berhak menerima rasa takut" harus dihadapi dengan rasa takut yang wajar. "Orang yang berhak menerima hormat" harus dihadapi dengan rasa hormat yang patut. Mungkin 'takut dan hormat' sejajar, sehingga harus digabungkan. Dalam hal Itu 'yang berhak menerima rasa takut' dan 'yang berhak menerima hormat' merupakan satu golongan saja, yaitu penguasa pada umumnya.
Hanya, tafsiran itu menimbulkan persoalan. Bagaimana rasul dapat menasihati orang Kristen supaya 'takut' akan penguasa, padahal dalam ayat 3-4 ia menyatakan bahwa hanya orang jahatlah yang perlu merasa takut akan alat-alat negara? Bukankah dalam PB yang patut 'ditakuti' (dalam arti positif) ialah Allah sendiri? Maka mungkin anjuran ketiga dalam ayat ini harus diartikan sebagai nasihat untuk merasa takut kepada Allah, sehingga Roma 13:7b sama isinya seperti 1 Petrus 2: 17.

    Apakah 'orang yang berhak menerima rasa takut; merupakan golongan penguasa yang lebih tinggi daripada 'yang berhak menerima hormat? Atau yang ditakuti ialah penguasa dan yang dihormati ialah mereka yang berbuat baik (ayat 3)? Tetapi: bagaimana Paulus dapat menasihati orang Kristen agar 'merasa takut' terhadap penguasa, padahal dalam ayat 3-4 ia menganjurkan kepada mereka agar hidup tanpa takut? Dalam 1 Petrus 2:17 dikatakan: 'takutlah akan Allah, hormatilah raja ( =kaisar)! .Dalam, PB tidak pemah orang percaya dinasihati agar 'takut' akan pemermtahan duniawi. Di pihak lain tidak mungkin Allah tercantum dalam 'semua orang', bersama pemungut pajak dan penguasa duniawi lainnya!. Namun, pendapat bahwa 'yang berhak menerima rasa takut' ialah Allah itu dapat dipertahankan melalui acuan pada Amsal 24:21 dan Markus 12:17. Perkataan Amsal 24:21 yang dikutip Yesus itu agaknya termasuk bahan-bahan yang beredar dalam jemaat-jemaat purba dan diajarkan kepada orang percaya. Justru karena firman itu lazim dipakai, Paulus tenngat waktu mendiktekan ayat ini dan mengutipnya, meskipun tidak cocok dengan bagian pertama ayatnya ('semua orang').


KESIMPULAN :


Roma 13:1-7 berbicara mengenai sikap orang-orang Kristen terhadap pemerintah. Yang mendapat tekanan ialah ketaatan, bukan karena rasa takut tetapi karena dorongan batin. Dalam pada itu, hendaklah kita sadari bahwa perikop ini pun termasuk Surat Roma. Artinya, ayat-ayat ini ditulis kepada orang-orang tertentu, di tengah keadaan tertentu, dengan alasan tertentu. Dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Baru kita menemukan banyak nas dan kisah lain yang mengandung petunjuk bagi sikap orang percaya terhadap penguasa. Dengan perkataan lain, kita tidak dapat merumuskan ajaran Kristen mengenai negara hanya berdasarkan perikop ini saja. Maka perikop ini tidak mengandung ajaran umum mengenai negara, misalnya mengenai konstitusi negara yang terbaik, atau mengenai hubungan antara gereja dan negara (lihat bahasan 1 Petrus 2:13-14, Kisah 4:19, Kisah 5:29 pada penjelasan Roma 13:1 di atas). Namun di sini kita menemukan petunjuk bagi kehidupan kita sehari-hari, pada zaman normal, tentang cara berurusan dengan petugas, pegawai negeri, penguasa, yang kita hadapi. Juga, tentang sikap kita kalau kita sendiri kebetulan memegang jabatan pemerintahan yang rendah maupun yang tinggi kita wajib menjadi warga negara yang baik yang taat hukum, yang mengikuti aturan bagi kemaslahatan lingkungan dimana kita berada.



Blessings,
BP
January 13, 2010


Sumber :
Dr. Th. Van den End, Surat Roma, BPK Bunung Mulia, 1995, hlm 691-708

0 komentar:



Posting Komentar