Berbahagialah...

"Berbahagialah, hai kamu yang miskin tetapi celakalah, hai kamu yang kaya..." (Lukas 6:20,24)


Orang miskin berbahagia! Orang kaya celaka! Benar-benar dunia sudah terbolak-balik. Logisnya itu ya yang kaya akan berbahagia, karena kecukupan sandang, pangan dan papan, sedangkan orang miskin, makan saja harus mengemis, pakaian hanya yang tertempel di badan dan rumah numpang emperan orang, bagaimana bisa berbahagia?


Kata Yunani μακαριος – MAKARIOS memang dapat kita terjeMahkan dengan "berbahagia". Tetapi sering kebahagiaan itu hanya dikaitkan dengan perasaan tenang dan tenteram semata. Maka, μακαριος – MAKARIOS kiranya dapat diartikan lebih luas dengan "terberkati". Orang yang terberkati pasti berbahagia sekalipun mengalami banyak Masalah, bahkan menanggung beban penderitaan. Hal itu bisa terjadi karena orang mencahayai penderitaannya dengan harapan di masa mendatang dan jaminan yang lelah dijanjikan Yesus. Memang berkat yang dijanjikan itu baru terjadi di masa depan, tetapi janji itu dipandang sudah begitu pasti, sehingga si penerima dinyatakan bahagia sekarang juga.

Kata Yunani μακαριοι – MAKARIOi bukan berarti "semoga kamu bahagia", tetapi "kamu sekarang adalah berbahagia/ terberkati".

Menurut Penginjil Matius, pengajarantentang sabda bahagia disampaikan di sebuah lereng perbukitan (Matius 5:1), sehingga sering disebut khotbah di bukit. Perbukitan itu tidak jauh dari Tabga. Egeria melukiskan bahwa tempat itu berupa sebuah gua: "Di lereng perbukitan dekat Tabga ada sebuah gua tempat Yesus berdiri mengajarkan sabda bahagia." Arkeolog Fransiskan, Bellarmino Bagatti, dalam penggaliannya tahun 1935 menemukan sisa-sisa reruntuhan kapel berukuran 7,20 x 4,48 m yang dibangun pada abad ke-4 dengan sangkristi berbentuk gua. Kemungkinan besar kapel itu dihancurkan oleh pasukan Persia tahun 614.

Sekarang di puncak perbukitan Sheikh Ali, yang dikenal oleh orang Kristen sebagai bukit sabda bahagia, dibangun sebuah gereja Bizantin berbentuk oktagonal pada tahun 1938 oleh para biarawan Fransiskan. Gereja dengan arsitektur dari A. Barluzzi itu berada di tempat ketinggian sekitar 100 m dari danau Galilea.Jadi, gereja itu sekadar tempat memorial dan bukan untuk mengabadikan tempat di mana Yesus dahulu mengajarkan sabda bahagia. Hal itu dikarenakan posisi tempat dan keadaan tanah lereng perbukitan yang tidak memungkinkan untuk pembangunan gereja yang lebih besar.

Gereja itu sangat mempesona dan delapan sabda bahagia tertulis di kedelapan sisi tembok gereja. Di bagian lantai terdapat mosaik-mosaik yang menggambarkan tiga keutamaan teologal (iman, harap, dan kasih) dan empat keutamaan fundamental (kebijaksanaan, keadilan, kesetiaan, dan pengendalian diri). Gereja itu sungguh-sungguh indah dengan panorama Danau Galilea dan Lembah Golan.

Tuhan Yesus memang sering mengajar di tempat-tempat yang jauh dari keramaian, entah di tepi danau entah di atas bukit. Posisi Yesus yang duduk memang lazimnya seorang rabi atau para guru yang mengajar di sinagoga. Sabda bahagia disampaikan di atas bukit, karena bukit atau gunung sering berperan sebagai tempat pewahyuan Allah. Kiranya penginjil juga mau menyejajarkan dengan Gunung Sinai, tempat Allah menyampaikan hukum-Nya melalui Musa. Dalam perbandingan itu tampaklah kelebihan Yesus. Musa menerima pengajaran dalam loh batu dari Allah, agar disampaikan kepada bangsa Israel yang berada di kaki bukit; Yesus menyampaikan ajaran-Nya dengan Wibawa-Nya sendiri kepada para murid-Nya. Murid-murid itulah yang kemudian diutus untuk meneruskan kepada bangsa Israel dan segala bangsa, yang sudah diwakili oleh orang banyak di kaki bukit.

Ada yang menganggap kontradiksi antara tulisan Matius dan tulisan Lukas mengenai lokasi dimana Yesus berkhotbah ini :

* Lukas 6:17
LAI TB, Lalu Ia turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar: di situ berkumpul sejumlah besar dari murid-murid-Nya dan banyak orang lain yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon.
KJV, And he came down with them, and stood in the plain, and the company of his disciples, and a great multitude of people out of all Judaea and Jerusalem, and from the sea coast of Tyre and Sidon, which came to hear him, and to be healed of their diseases;
TR, και καταβας μετ αυτων εστη επι τοπου πεδινου και οχλος μαθητων αυτου και πληθος πολυ του λαου απο πασης της ιουδαιας και ιερουσαλημ και της παραλιου τυρου και σιδωνος οι ηλθον ακουσαι αυτου και ιαθηναι απο των νοσων αυτων
Translit interlinear, kai {lalu} katabas {turun} met {bersama} autôn {mereka} estê {Ia berdiri} epi {diatas} topou {tempat} pedinou {datar} kai ochlos {sejumlah besar} mathêtôn {murid-murid} autou {Nya} kai {dan} plêthos polu {sejumlah besar} tou {dari} laou {massa} apo {dari} pasês {seluruh} tês ioudaias {yudea} kai {dan} ierousalêm {yerusalem} kai {dan} tês {dari daerah} paraliou {yang dipantai} turou {tirus} kai {dan} sidônos {sidon} hoi {yang} êlthon {datang} akousai {untuk mendengarkan} autou {-Nya} kai {dan} iathênai {untuk disembuhkan} apo {dari} tôn nosôn {penyakit-penyakit} autôn {mereka}


* Matius 5:1
LAI TB, Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.
KJV, And seeing the multitudes, he went up into a mountain: and when he was set, his disciples came unto him:
TR, ιδων δε τους οχλους ανεβη εις το ορος και καθισαντος αυτου προσηλθον αυτω οι μαθηται αυτου
Translit interlinear, idôn {ketika melihat} de {adapun} tous {itu} okhlous {massa} anebê {Ia naik} eis {ke} to oros {gunung} kai {dan} kathisantos {setelah duduk} autou {Ia} prosêlthon {datang mendekati} autô {kepada Dia} hoi mathêtai {murid-murid} autou {-Nya}


Kedua catatan diatas bukan kontradiksi, melainkan peristiwa yang terjadi pada kesempatan yang berbeda dan tempat yang berbeda. Secara jelas Lukas menulis "disuatu tempat yang datar" (Yunani, epi topou pedinou) demikianlah disebutkan untuk membedakannya dengan "Khotbah di Bukit" pada Matius pasal 5 s/d 7.

Peristiwa khotbah yang dicatat oleh Lukas disini adalah kesempatan khotbah yang berbeda dengan yang ada Matius pasal 5 s/d 7, materinyapun lebih singkat daripada yang ada di Matius. Memang ada kesamaan "ucapan bahagia" yang pertama sebagai berikut :

* Matius 5:3
LAI TB, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
KJV, Blessed are the poor in spirit: for theirs is the kingdom of heaven.
TR, μακαριοι οι πτωχοι τω πνευματι οτι αυτων εστιν η βασιλεια των ουρανων
Translit, makarioi hoi ptôkhoi tô pneumati hoti autôn estin hê basileia tôn ouranôn


* Lukas 6:20
LAI TB, Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.
KJV, And he lifted up his eyes on his disciples, and said, Blessed be ye poor: for yours is the kingdom of God.
TR, και αυτος επαρας τους οφθαλμους αυτου εις τους μαθητας αυτου ελεγεν μακαριοι οι πτωχοι οτι υμετερα εστιν η βασιλεια του θεου
Translit, kai autos eparas tous ophthalmous autou eis tous mathêtas autou elegen makarioi hoi ptôkhoi hoti humetera estin hê basileia tou theou


Apakah disini juga terdapat perbedaan sehingga patut dituduhkan "ada kontradiksi"? Sama sekali tidak! Dua ucapan berbeda ini diucapkan pada dua kesempatan serta dua tempat yang berbeda. Sebagaimana "Khotbah di Bukit" pada Matius pasal 5-7 disampaikan diatas Gunung di Galilea. Dimana hal itu diucapkan terutama kepada murid-murid Yesus, bukan untuk kumpulan massa yang banyak jumlahnya. Versi ringkas dari Ucapan Bahagia seperti terdapat dalam Lukas bukan berlatar belakang diatas pegunungan manapun, melainkan pada tempat yang datar (epi topou pedinou). Dan ini bukan ditujukan kepada kelompok terbatas, melainkan kepada kumpulan yang besar, murid-murid dan kerumunan orang (massa) yang banyak yang berasal dari daerah-daerah Yudea, Yerusalem, Tirus dan Sidon.

Selanjutnya kita juga bisa teliti dalam Injil Matius, bahwa ucapan bahagia yang kedua dari Injil Matius ini muncul dalam bentuk yang sangat berbeda dari ucapan ketiga dalam Injil Lukas. Ucapan ketiga dalam Injil Matius tidak muncul sama sekali dalam Injil Lukas. Ucapan keempat dalam Injil Matius menjadi ucapan kedua dalam Injil Lukas, dengan minus kata-kata "dan haus akan kebenaran". Ucapan kelima, keenam, ketujuh dalam Injil Matius semuanya tidak terdapat dalam Injil Lukas; Ucapan kedelapan dalam Injil Matius muncul sebagai yang keempat dalam Injil Lukas, dengan bentuk yang cukup berbeda.

Dengan ini jelas, selain terdapat keterangan lokasi yang berbeda dan urutan ucapan yang berbeda, menunjukkan bahwa apa yang ditulis Lukas dan Matius disampaikan pada waktu dan tempat yang berbeda, karenanya tidak ada kontradiksi disini.

Penginjil Lukas menulis suatu peristiwa dalam lingkungan pendengar yang lebih luas. Tempat yang datar ini merujuk pada Lukas 3:4-6 yang mengutip Yesaya 40:3-5 tentang: "Setiap lembah akan ditimbun dan setiap sunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang datang dari Tuhan." jadi, di tempat datar itu bukan hanya bangsa Israel akan melihat keselamatan Tuhan, tetapi juga orang-orang bukan Israel. Karena itu di tempat datar itulah orang-orang mendapati Yesus. yakni "sejumlah besar dari murid-murid-Nya dan hanyak orang lain yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidan" (Lukas 6:17). Tirus dan Sidon tidak termasuk wilayah Israel, tetapi kota-kota pelabuhan di daerah pesisir Laut Tengah) di Fenisia kuno. Di masa Yesus) kota-kota itu termasuk wilayah Siria, yang kini dikenal dengan Lebanon.


Melihat Konteks
(Matius 5: 1-12; Lukas 6:20-26)


Penginjil Matius memaparkan sabda bahagia dalam dua kelompok. Kelompok pertama menyangkut orang-orang yang tidak beruntung, tetapi dengan tekanan pada sikap hati mereka (miskin dalam roh, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran). Kctidakberuntungan mereka pada masa ini dikoritraskan dcngan kelimpahan yang akan mereka terima kelak (akan dihibur, dipuaskan, memiliki bumi). Kelompok kedua diawali dengan orang-orang yang baik (murah hati, suci hati, membawa damai) dan kembali kepada orang yang tidak beruntung, yakni orang yang menderita penganiayaan karena kebenaran. Kebaikan dan penderitaan mereka itu akan dibalas dcngan kebaikan Allah yang jauh lebih hesar (akan beroleh kemurahan, melihat Allah, disebut anak-anak Allah, menjadi empunya Kerajaan Surga). Selanjutnya penganiayaan itu pun dikonkretkan (dicela, difitnah) dan disejajarkan dengan derita para nabi zaman dahulu. Mereka akan berbahagia karena upahnya besar di surga.

Sabda bahagia merupakan pengantar dan dasar untuk tuntutan-tuntutan radikal Yesus bagi orang yang mau menjadi pengikut-Nya. Syarat-syarat itu berat, sehingga orang perlu melihat apa yang akan diperolehnya nanti, yakni keselamatan dan kebahagiaan.

Penginjil Lukas melengkapi sabda bahagia dengan sabda celaka. Dalam ketiga sabda yang pertama, ucapan berbahagialah diikuti dengan lukisan keadaan para murid (miskin, lapar, menangis) dan diakhiri dengan alasan mengapa mereka disebut berbahagia. Kebahagiaan itu karena keadaan mereka di masa mendatang yang sudah dimulai sekarang (akan dipuaskan, akan tertawa). Sabda bahagia keempat melukiskan beban derita yang dialami para murid karena Anak Manusia, yang disusul dengan alasannya, yakni upah besar di surga. Upah itu sama seperti yang diperoleh para nabi dan akan diterima pada masa mendatang, sedangkan keempat sabda celaka berupa kebalikan dari keempat sabda bahagia itu.

Sabda bahagia dan sabda celaka mengajarkan bagaimana seharusnya para murid hidup di tengah-tengah dunia yang penuh perselisihan dan perlawanan. Sebab dalam konteks sebelumnya Yesus telah memanggil dan memilih murid-murid-Nya (Lukas 5:1-11; 6:12-16) yang disela dengan lima kisah perlawanan dari para pemimpin masyarakat Yahudi (Lukas 5:12-6:11).

1. Berbahagialah Orang yang Miskin


* Matius 5:3
LAI TB, Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Allah, karena merekalah yang empunya kerajaan Sorga.
Alkitab Shellabear, Berbahagialah orang jang rendah hatinja; karena orang itoelah jang empoenja keradjaan soerga.
Kitab Sutji Indjil 1912, Berbahagialah mereka jang tidak poenya apa-apa dihadapan Allah, karena merekalah jang empoenja Keradjaan Soerga.
LAI TL, Berbahagialah segala orang jang rendah hatinja, karena mereka itu jang empunja keradjaan surga.
King James Version (KJV), Blessed are the poor in spirit: for theirs is the kingdom of heaven.
The Orthodox Jewish Brit Chadasha (OJBC), Ashrey {diberkati/berbahagialah} ANIYEY {miskin} RUACH (roh) for theirs is the Malchut (kerajaan) HaShomayim (Surga).
Stephanus Textus Receptus, μακαριοι οι πτωχοι τω πνευματι οτι αυτων εστιν η βασιλεια των ουρανων
Translit. Interlinear, makarioi {berbahagialah/ diberkatilah} hoi {yang} ptôkhoi {miskin} tô pneumati {roh} hoti {bahwa} autôn {mereka} estin {adalah} hê basileia {Kerajaan} tôn ouranôn {Sorga}


Orang miskin itu ya susah, sengsara, dan menderita, karena secara ekonomis serba kekurangan. Bagaimana Yesus bilang orang miskin berbahagia? Lagian juga siapa yang mau miskin?

Bangsa Yahudi kuno memandang orang miskin sebagai orang rendahan, tertindas, dan tak berdaya membela diri. Kita sering hanya mengaitkan kemiskinan dengan kekurangan harta benda. Padahal dalam bahasa Yunani ada dua kata untuk miskin, yakni πενης - PENÊS dan πτωχος - PTÔKHOS. Kata PENÊS berarti "kemiskinan karena orang tidak kecukupan harta, sehingga orang harus bekerja, agar memperoleh nafkah untuk bertahan hidup". Kata PTÔKHOS berarti "kemiskinan karena orang sama sekali tidak memiliki harta apa pun".

Penginjil Matius tidak memakai kata PENÊS, tetapi PTÔKHOS, yang mengacu pada kata Ibrani עָנִי - ANIY' atau אביון - 'EBION. Artinya, tidak punya harta kekayaan, sehingga membuat orang tidak punya kuasa. Karena tidak berkuasa, orang itu pun tidak bisa mempengaruhi orang lain. Karena tidak mampu mempengaruhi orang lain, ia merasa tak berdaya dan tak mengharapkan apa pun dari orang lain. Ia hanya mengharapkan dan mengandalkan pertolongan Allah saja dalam hidupnya. Jadi, miskin yang dimaksud adalah keadaan tak berdaya dari orang yang tidak memiliki harta apa pun dan tidak mengharapkan pertolongan dari siapa pun, sehingga hanya percaya dan mengandalkan bantuan Allah. Ia seutuhnya mengandalkan Allah, karena membutuhkan-Nya, seperti orang yang mengosongkan diri dan dengan rendah hati mohon agar Allah memenuhinya. Sikap rendah hati dan percaya penuh kepada Allah itulah yang diistilahkan dengan miskin di hadapan Allah atau miskin dalam roh.

Miskin di hadapan Allah adalah kemiskinan karena orang tidak memiliki jaminan hidup dan sumber pertolongan kecuali Allah sendiri. Alhasil, orang akan dihindarkan dari kek-katan pada harta kekayaan duniawi dan secara total mempercayakan diri pada Allah. Hanya orang seperti itulah yang akan memperoleh kebahagiaan, sebah ia empunya Kerajaan Surga. Hanya orang yang menyadari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan dirinya sendiri serta mengandalkan kuasa Allah, dapat menuruti kehendak Allah. Hanya orang yang melakukan kehendak-Nya dapat menjadi warga Kerajaan Surga. Memang ia bukan pemilik Kerajaan Surga, tetapi menerima karunia dan berkat yang tak terpisahkan dari Kerajaan Allah. Jadi} kebahagiaan orang miskin bukan karena keadaannya yang miskin dan melarat, tetapi karena ikut ambil bagian dalam karunia dan pemerintahan Allah. Karunia itu bukan saja kelak di surga yang akan datang, tetapi sekarang juga di bawah pemerintahan Allah yang sedang ditegakkan. Orang yang rendah hati dan mempercayakan dirinya kepada kuasa Allah, sekarang sudah diperhatikan dan dilindungi Allah melalui pelayanan Yesus dan para utusan-Nya. Perlindungan itu akan menjadi penuh dan sempurna di masa mendatang, di bumi yang baru dan di surga.

Penginjil Lukas melengkapi sabda bahagia bagi yang miskin dengan sabda celaka bagi yang kaya: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin; karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu" (Lukas 6:20,24).

Kata miskin mempunyai arti sosio-ekonomi-religius. Orang miskin bukan saja orang yang tak berdaya karena kekurangan materi atau tak tercukupi kebutuhan hi dupnya, tetapi juga yang sekaligus berpegang teguh pada Allah. Orang miskin yang mempercayakan diri kepada Allah seperti itu berkenan kepada-Nya dan tidak dilupakan-Nya, sehingga boleh merasa diri sudah berada dalam lingkup Kerajaan Allah. Jadi, kebahagiaan orang itu tidak berasal dari kemiskinannya, tetapi dari Kerajaan Allah yang menjadi miliknya atau Allah yang berkuasa atas dirinya. Sementara itu orang kaya, yakni orang yang merasa kelebihan atau tak kekurangan apa pun dan mengandalkan hartanya sendiri, hidupnya tidak akan berarti (celaka), karena sudah merasa puas dan terjamin dengan kelimpahannya itu. Apalagi kalau orang kaya itu menyombongkan diri dengan kekayaannya, acuh tak acuh terhadap Allah dan sesama, bahkan menindas orang-orang yang tidak punya. Orang itu celaka bukan karena tidak akan masuk Kerajaan Allah, tetapi karena dalam kekayaannya ia telah memperoleh penghiburan. Dengan kata lain, orang kaya pun akan masuk Kerajaan Allah kalau tidak menjadikan kekayaannya sebagai sumber penghiburan dan jaminan hidupnya, tetapi memandangnya sebagai pemberian Allah yang dapat dipakai untuk berbuat amal.

Yesus pun tidak mencela kekayaan sebagai sumber kejahatan, juga bukan mau mengangkat kemiskinan sebagai keutamaan, melainkan membuat orang tetap berharap akan kebahagiaan sekalipun terbelit kemiskinan. Tuhan Yesus mau melawan pendapat yang mengatakan bahwa orang yang menajdi miskin pasti karena hukuman atas dosa-dosanya dan orang menjadi kaya pasti karena ganjaran alas kebaikannya.

2. Berbahagialah Orang yang Berdukacita


* Matius 5:4
LAI TB, Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
KJV, Blessed are they that mourn: for they shall be comforted.
TR, μακαριοι οι πενθουντες οτι αυτοι παρακληθησονται
Translit interlinear, makarioi {berbahagialah/ diberkatilah} hoi {(orang2) yang} penthountes {berduka-cita} hoti {karena} autoi {mereka} paraklêthêsontai {akan dihibur}


Bagaimana orang berdukacita kok bahagia? Kalau begitu bilang saja "selamat berdukacita" kepada orang yang sedang mengalami kemalangan atau kematian.

Bukan begitu kawan! Muatan kata dukacita berkaitan dengan perasaan sedih yang sedemikian mencekam, seperti orang yang sedang mengalami kematian kekasihnya atau orang yang menjadi tumpuan hidupnya. Rasa kepedihan yang menghancurkan hati seperti itu dialami juga oleh orang yang menyadari dan menyesali dosa-dosanya. Memang kata Yunani πενθουντες - PENTHOUNTES dari kata πενθεω – PENTHEÔ bisa diterapkan pada mereka yang berdukacita karena kematian orang yang dikasihi ataupun karena penyesalan atas dosa-dosanya. Karena itu dukacita yang dimaksud punya makna sosio-religius yang mendalam. Bukan saja dukacita karena kehilangan kekasih, tetapi karena kehilangan Allah atau karya Allah dalam dirinya terhalang oleh dosa-dosanya. Berbahagialah orang yang hancur hatinya karena menyadari dosa-dosanya, lalu menyesal dan berbalik kembali pada Allah.

Berbahagialah orang yang mengalami kepedihan karena menyesali dosa-dosanya dan terus mengharapkan uluran tangan Allah. Sebab orang itu akan menemukan belas kasih dan penghiburan sejati dari Allah. Justru dalam penderitaannya, banyak orang menemukan dan menyadari pendampingan dari Allah. Dengan demikian penghiburan yang dimaksud adalah penyelamatan dari Allah.

Penginjil Lukas membandingkan bahagia orang yang berdukacita itu dengan celaka orang yang tertawa: "Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis" (Lukas 6:21,25)

Berbeda dengan Penginjil Matius yang memakai pasangan kata dukacita-dihibur, Penginjil Lukas memilih kata menangis karena penindasan dan perlakuan buruk. Namun mujurlah orang itu karena nantinya akan tertawa (bandingkan Mazmur 126:5).

* Mazmur 126:5
LAI TB, Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.
KJV, They that sow in tears shall reap in joy.
Hebrew,
הַזֹּרְעִים בְּדִמְעָה בְּרִנָּה יִקְצֹרוּ׃
Translit, HAZORIM {(orang2) yang menabur} BEDIMAH {dengan air mata} BERINAH {dalam sorak kegirangan} YIQTSORU {mereka akan menuai}


Meski demikian penginjil bukan mau mengajarkan agar orang menyukai kesedihan karena nanti akan memperoleh sukacita, tetapi menyadarkan bahwa kenyataannya hidup ini bermuka dua. Hidup ini bukan gelap melulu atau terang selalu. Maka, kalau sekarang sedang tidak ada rezeki dan mengalami derita, orang tidak perlu sedih dan putus-asa, sebab ada saatnya tertawa, yakni saat Kerajaan Allah secara utuh mengubah hidupnya. Orang yang sekarang tertawa atau menertawakan kesusahan orang lain pun tidak selamanya akan tertawa, sebab akan tiba saatnya akhir yang menyedihkan dan penuh dukacita.

3. Berbahagialah Orang yang Lemah Lembut


* Matius 5:5
LAI TB, Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
KJV, Blessed are the meek: for they shall inherit the earth.
TR, μακαριοι οι πραεις οτι αυτοι κληρονομησουσιν την γην
Translit interlinear, makarioi {berbahagialah/ diberkatilah} hoi {(orang2) yang} praeis {lemah-lembut} hoti {karena} autoi {mereka} klêronomêsousin {akan menerima} tên gên {bumi}


Kata Yunani πραεις - PRAEIS dalam ayat diatas berasal dari kata Kata πραυς - PRAUS dipakai untuk menyebut hewan yang telah dijinakkan dan selalu berada di bawah kendali tuannya.Hewan-hewan ternak yang menjadi taat, turut pada perintah dan gampang dikendalikan setelah sekian lama menjalani pelatihan.

Sikap ini dimiliki oleh Yesus Kristus :


* Matius 11:29
LAI TB, "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan."
KJV, Take my yoke upon you, and learn of me; for I am meek and lowly in heart: and ye shall find rest unto your souls.
TR, αρατε τον ζυγον μου εφ υμας και μαθετε απ εμου οτι πραος ειμι και ταπεινος τη καρδια και ευρησετε αναπαυσιν ταις ψυχαις υμων
Translit Interlinear, arate {angkatlah} ton zugon {kuk} mou {Ku} eph {keatas} humas {mu} kai {dan} mathete {belajarlah} ap {dari} emou {Ku} hoti {karena} praos {lemah-lembut} eimi {Aku adalah} kai {dan} tapeinos {yang merendah} tê kardia {dihati} kai {dan} heurêsete {kamu akan beroleh} anapausin {kelegaan/ kesegaran} tais psukhais {bagi jiwa-jiwa} humôn {mu}


Kata sifat πραος - PRAOS berasal pula dari kata sifat πραυς - PRAUS, dengan makna yang tidak jauh berbeda, namun ditekankan pada kelembutan dalam pembawaan, kelemahlembutan dalam roh.

Secara konseptual, sikap ini adalah lembut plus sabar dalam sikap dan pembicaraan, tidak mudah mengeluarkan perkataan yang kasar, apalagi marah. Aristoteles, seorang filsuf Yunani, menulis bahwa πραοτης - PRAOTÊS terletak antara οργιλοτης - ORGILOTÊS (marah kelewatan dan tidak terkontrol) dengan αοργισια - AORGISIA (ketidakmarahan yang berlebihan).

Untuk memahami makna kata Yunani πραοτης - PRAOTÊS ini, Anda bisa imajinasikan dengan menggambar sebuah garis horizontal. Di sebelah kanan tuliskan murka teramat sangat dan tidak terkontrol (οργιλοτης - ORGILOTÊS), sedangkan di sebelah kiri tuliskan ketidak-marahan yang berlebihan (tidak marah , meskipun apa saja yang terjadi, αοργισια - AORGISIA). Nah, πραοτης - PRAOTÊS terletak di tengah-tengah:




Kata Yunani πραοτης - PRAOTÊS merupakan kata yang cukup sulit untuk diterjemahkan. Dalam Perjanjian Baru, kata πραοτης - PRAOTÊS ini memiliki tiga makna utama:

1. Tunduk kepada kehendak Allah;
2. Mau diajari, dalam arti tidak sombong untuk menerima pengajaran;
3. lemah lembut.

kata "lemah-lembut" bukan saja menyangkut sikap hati, tetapi juga tingkah laku (behavior).


Dengan demikian kelemahlembutan erat kaitannya dengan pengendalian diri, kerendahan hati dan tidak mengandalkan kekuatan sendiri. Kebahagiaan akan dialami oleh orang yang membiarkan diri dikendalikan oleh Allah dan mengakui diri sebagai makhluk ciptaan-Nya, sehingga tidak ada alasan baginya untuk menyombongkan diri di hadapan Allah, pun makhluk ciptaan lainnya.

Orang seperti itu akan memiliki atau mewarisi bumi, yang searti dengan perkataan pemazmur: "Orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah" (Mazmur 37:11).

Allah memberikan bumi sebagai tempat tinggal dan hidup, tetapi akan tiba saatnya Allah mencurahkan karunia surgawi untuk ambil bagian dalam bumi yang baru. Sama seperti bangsa Israel memperoleh tanah Kanaan sebagai anugerah semata dari Allah, demikian halnya orang yang rendah hati dan tak mengandalkan kekuatannya sendiri akan memperoleh karunia yang telah dijanjikan Allah. Mereka akan memperoleh tanah surgawi.

4. Berbahagialah Orang yang Lapar dan Haus


* Matius 5:6
LAI TB, Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
KJV, Blessed are they which do hunger and thirst after righteousness: for they shall be filled.
TR, μακαριοι οι πεινωντες και διψωντες την δικαιοσυνην οτι αυτοι χορτασθησονται
Translit interlinear, makarioi {berbahagialah/ diberkatilah} hoi {(orang2) yang} peinôntes {merasa lapar} kai {dan} dipsôntes {haus} tên dikaiosunên {keadilah/ kebenaran} hoti {sebab} autoi {mereka} khortasthêsontai {akan dipuaskan}


Lapar dan haus yang dimaksudkan adalah perasaan lapar dan haus yang begitu mencekam, berlarut-larut dan menyengsarakan, bahkan sampai mendekati ambang bahaya kematian. Perasaan sedemikian itu akan menumbuhkan sikap kerinduan yang mendalam, penghargaan terhadap hal sekecil apa pun dan rasa syukur atas segala bentuk pemberian yang diterimanya. Muatan kata itulah yang ada di balik pernyataan bahagia bagi orang yang lapar dan haus akan kebenaran.

Kata Yunani δικαιοσυνη – DIKAIOSUNÊ bermakna "kebenaran" juga "keadilan", yang berkenaan dengan apa yang dikehendaki Allah untuk dilakukan. Jadi, orang yang lapar dan haus akan kebenaran adalah orang yang selalu bertanya-tanya tentang apa yang dikehendaki Allah agar ia lakukan dan coba membuatnya. Orang seperti itulah yang akan berbahagia, karena akan dipuaskan oleh Allah. Artinya, Allah akan memberikan kepadanya apa yang dirindukannya dan akan memuaskannya dengan keselamatan yang sudah disediakan baginya.

Para nabi telah menubuatkan bahwa orang lapar akan dipuaskan (Yesaya 49:1, Yeremia 31:12,25, Yehezkiel 34:29; 36:29). Namun lapar dan haus akan kebenaran juga merupakan kiasan yang searti dengan rindu akan Allah (Yesaya 55:1; Mazmur 42:2; Barukh 2:18; Yohanes 4:13; 7:37; Wahyu 21:6; 22:17).

* Mazmur 42:2
Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.



Penginjil Lukas melengkapi bahagia orang lapar itu dengan celaka orang kenyang: "Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar" (Lukas 6:21,25). Orang yang sekarang kenyang dan puas diri dengan kelimpahan hartanya akan celaka, karena akan tiba saatnya semua kekayaan itu diambil dari padanya.

5. Berbahagialah Orang yang Murah Hati


* Matius 5:7
LAI TB, Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
KJV, Blessed are the merciful: for they shall obtain mercy.
TR, μακαριοι οι ελεημονες οτι αυτοι ελεηθησονται
Translit interlinear, makarioi {berbahagialah/ diberkatilah} hoi {(orang2) yang} eleêmones {yang berbelas-kasihan, adjective - nominative plural masculine} hoti {karena} autoi {mereka} eleêthêsontai {akan diberi belas-kasihan, verb - future passive indicative - third person }


Manusia patut bersikap murah-hati/ berbelas-kasih (Yunani, ελεημων - ELEÊMÔN atau ελεεω – ELEEÔ) sebagaimana Allah mengajarkan bermurah-hati, setiap orang yang bermurah hati akan diganjar dengan kemurahan yang sama . Perjanjian Lama menulis belas-kasihan dalam bahasa Ibrani adalah kata חסד - KHESED, yang berarti "kemampuan untuk menempatkan diri di dalam diri orang lain, sehingga dapat melihat dengan mata orang lain itu, memikirkan dengan pikiran orang lain itu dan merasakan dengan perasaan orang lain itu". Singkat kata, kemurahan hati berarti pernyataan simpati untuk masuk ke dalam diri orang lain dan mengidentifikasikan diri dengan orang lain itu, sehingga dapat melihat, memikirkan, dan merasakan sebagaimana orang lain itu.

Maka, berbahagialah orang yang mampu menaruh simpati dengan orang lain. Orang yang demikian itu akan mudah bertoleransi, cepat tergerak untuk memberi ampun dan akan terhindar dari berbuat kebaikan dengan cara yang keliru. Hanya orang yang bisa mengerti pikiran, perasaan dan kehendak orang lain dengan baik dapat membantu orang itu dengan tepat guna.

Orang yang sungguh memberi hati kepada orang lain akan mendapatkan perhatian juga dari yang lain. Ungkapan "akan beroleh kemurahan" naskah bahasa Yunani menulis dengan kata dalam bentuk "future passive"; merujuk pada action yang akan dilakukan oleh Allah. Artinya, Allah-lah pribadi yang akan menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada orang-orang yang murah hati pada sesamanya.

6. Berbahagialah Orang yang Bersih Hati


* Matius 5:8
LAI TB, Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
KJV, Blessed are the pure in heart: for they shall see God.
TR, μακαριοι οι καθαροι τη καρδια οτι αυτοι τον θεον οψονται
Translit interlinear, makarioi {berbahagialah/ diberkatilah} hoi {(orang2) yang} katharoi {bersih} tê kardia {hati (nya)} hoti {karena} autoi {mereka} ton theon {Allah} opsontai {akan melihat}


Kata Yunani untuk bersih adalah καθαρος – KATHAROS, yang berarti "bersih, murni". Kata itu biasanya dipakai untuk menyebut gandum yang sudah bersih dari sekam-sekamnya berkat penampihan dengan bantuan hembusan angin.

Kata KATHAROS pun dikenakan untuk tentara pilihan yang sudah dipisahkan dari pasukan yang kurang bermutu, tidak berpengalaman dan tidak berdedikasi.

Umumnya, kata KATHAROS digandengkan dengan ακηρατος - AKÊRATOS, yaitu kata sifat yang dipakai untuk susu atau anggur yang benar-benar tidak bercampur air, atau untuk logam yang benar-benar murni tanpa campuran.

Bagi orang-orang Yahudi, hati memiliki arti luas, yakni lambang dari keseluruhan pikiran dan batin yang membentuk pola hidup manusia. Orang yang bersih hati nva adalah orang yang bermotivasi murni, lurus hati dan tanpa pamrih dalam bertindak di segala bidang kehidupan, terutama pengabdian kepada Allah. Orang yang bersih dan murni hatinya hanya berbuat yang menyenangkan Allah dan menyelaraskan kepentingannya dengan kehendak-Nya. Orang yang demikian itu akan melihat Allah. Artinya, akan mengalami atau merasakan kehadiran Allah yang memenuhi dirinya. Melihat Allah adalah janji eskatologis yang mencakup keselamatan sejak saat ini hingga mencapai kepenuhannya di akhir zaman.

8. Berbahagialah Orang yang Membawa Damai


* Matius 5:9
LAI TB, Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
KJV, Blessed are the peacemakers: for they shall be called the children of God.
TR, μακαριοι οι ειρηνοποιοι οτι αυτοι υιοι θεου κληθησονται
Translit interlinear, makarioi {berbahagialah/ diberkatilah} hoi {(orang2)} eirênopoioi {yang mendamaikan} hoti {karena} autoi {mereka} huioi {anak-anak} theou {Allah} klêthêsontai {akan dipanggil, verb - future passive indicative - third person}


Kata Yunani ειρηνοποιος – EIRÊNOPOIOS, "pembawa damai/ peacemaker", berasal dari kata ειρηνη - EIRÊNÊ , "damai", yang sepadan dengan kata Ibrani שלום - "SYALOM" dan muatannya mencakup "segala kenyataan yang membuat orang dapat menikmati kebaikan". Dengan demikian sya/om bukan sekadar tidak adanya persoalan atau bebas dari kesulitan, tetapi berkaitan dengan segala sesuatu yang membuat dan membawa kebaikan bagi manusia. Orang yang membawa atau mengupayakan damai itulah yang akan berbahagia. Dikatakan orang yang "membawa/ mengupayakan damai" dan bukan sekadar orang yang "cinta/suka damai", sebab sering kali terjadi bahwa orang-orang cinta damai pun malah bertindak salah yang menimbulkan kerunyaman clan pertikaian. Misal, orang cinta damai yang melarikan diri, tidak mau menghadapi dan menghindari persoalan-persoalan hidup. Persoalan seperti itu tidak akan selesai dengan sendirinya, tetapi tanpa dibereska n, justru akan tumpuk-menumpu dan menjadi beban berat kehidupan.

Pembawa damai itu bukan sekadar sikap pasif dari orang yang berdiam diri tidak berbuat apa-apa, karena takut jangan-jangan malah menambah runyamnya masalah. Membawa damai adalah sikap aktif, kreatif, dan berinisiatif untuk mencari solusi atau jalan pemecahan demi perdamaian, meski jalan penuh tantangan. Orang yang demikian itulah akan disebut anak Allah.

Ungkapan "mereka akan disebut anak-anak Allah" dalam bahasa Yunani ditulis dalam bentuk future passive yang merujuk pada Allah. Artinya Allah akan mengakui mereka sebagai putra-putri-Nya sendiri. Hubungan kekeluargaan anak dan Bapa di sini bukan secara fisik, tetapi secara relasional. Relasi itu berkenaan dengan Allah yang menjaga, melindungi dan mengasihi orang yang mengupayakan kedamaian sebagai anak-Nya sendiri. Status ini hanyalah karunia dan pilihan Allah semata.

Dalam bahasa Ibrani memang sering tertemukan ungkapan-ungkapan yang sulit dimengerti, karena ungkapan yang seharusnya dinyatakan dengan kata sifat, diungkapkan dengan kata benda. Misal, ungkapan anak Allah dinyatakan dengan kata benda abstrak, pada hal muatannya berkenaan dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan sebagaimana dilakukan oleh Allah. Dengan demikian berbahagialah orang yang berhubungan benar dengan Allahnya, sesamanya, makhluk ciptaan lainnya dan dirinya sendiri, sebab orang yang demikian itu telah melakukan pekerjaan Allah. Hubungan benar itu misalnya bisa berupa kasih, keadilan dan damai. Maka, berbahagialah orang yang bukan menjadi provokator pertengkaran, tetapi promotor perdamaian.

7. Berbahagialah Orang yang Membawa Damai


* Matius 5:10 -12
5:10 LAI TB, Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
KJV, Blessed are they which are persecuted for righteousness' sake: for theirs is the kingdom of heaven.
TR, μακαριοι οι δεδιωγμενοι ενεκεν δικαιοσυνης οτι αυτων εστιν η βασιλεια των ουρανων
Translit interlinear, makarioi {berbahagialah/ diberkatilah} hoi {(orang2) yang} dediôgmenoi {telah dianiaya} eneken {oleh sebab} dikaiosunês {perbuatan yg benar} hoti {karena} autôn {punya mereka} estin {adalah} hê basileia {Kerajaan} tôn ouranôn {Surga}

5:11 LAI TB, Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
KJV, Blessed are ye, when men shall revile you, and persecute you, and shall say all manner of evil against you falsely, for my sake.
TR, μακαριοι εστε οταν ονειδισωσιν υμας και διωξωσιν και ειπωσιν παν πονηρον ρημα καθ υμων ψευδομενοι ενεκεν εμου
Translit interlinear, makarioi {berbahagialah/ diberkatilah} este {kamu adalah} hotan {apabila} oneidisôsin {mereka menghina} kumas {kamu} kai {dan} diôxôsin {menganiaya} kai {dan} eipôsin {mengatakan} pan {segala} ponêron {yang jahat} rhêma {mengatakan} kath {terhadap} kumôn {kamu} pseudomenoi {dengan berdusta} eneken {oleh sebab} emou {Aku}

5:12 LAI TB, Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."
KJV, Rejoice, and be exceeding glad: for great is your reward in heaven: for so persecuted they the prophets which were before you.
TR, χαιρετε και αγαλλιασθε οτι ο μισθος υμων πολυς εν τοις ουρανοις ουτως γαρ εδιωξαν τους προφητας τους προ υμων
Translit interlinear, khairete {bersukacitalah} kai {dan} agalliasthe {sangat bergembiralah} hoti {karena} ho misthos {pahala} humôn {-mu} polus {banyak} en {di} tois ouranois {surga} houtôs {dengan demikian} gar {sebab} ediôxan {mereka telah menganiaya} tous prophêtas {nabi2} tous pro {sebelum} humôn {kamu}


Dianiaya, dicela, dan difitnah! Sengsara macam itu akan mendatangkan bahagia? Aniaya seperti itu akan membawa sukacita?

Mimpi pun tak akan menyelesaikan masalah. Karena penganiayaan yang dimaksud bukan sekadar aniaya. Dianiaya oleh karena kebenaran sama artinya dengan menderita penganiayaan karena melakukan kehendak Allah. Sebab hanya ada satu kebenaran, yakni apa yang sesuai dengan kehendak Allah. Orang yang menderita karena kebenaran itulah yang empunya Kerajaan Surga. Artinya, orang itu bukan pemilik, karena pemiliknya Allah, tetapi ia akan menerima berkat karunia dari Allah yang meraja.

Ungkapan berbahagialah "kamu jika karena Aku" searti dengan "karena kamu adalah pengikut-Ku". Maksudnya, di sini Yesus berbicara dengan para murid Nya sendiri. Jadi, alasan mereka dicela, dianiaya, dan difitnah adalah karena mereka pengikut Yesus dan hidup menurut kehendak Allah. Dicela sama artinya dengan dihancurkan nama baiknya; dianiaya sama artinya dengan menderita penganiayaan; dan difitnahkan segala yang jahat sama artinya dengan dituduh berbuat kejahatan yang tanpa dasar.

Ungkapan bergembira dan bersukacitalah merupakan himbauan, sebab seharusnya memang begitu sikap orang yang berbahagia. Alasan sukacita itu berkaitan dengan masa depan, yakni upah besar yang disediakan Allah di surga. Upah itu berupa pemberian cuma-cuma dari Allah. Pemberian itu itu mencakup segala anugerah Allah di saat kedatangan Kerajaan-Nya dalam kekuasaan dan kemuliaan. Pemberian itu bukan sekadar imbalan, tetapi rahmat. Sebab pemberian itu jauh lebih besar daripada kesetiaan yang ditunjukkan manusia kepada Allah.

Mereka yang menderita penganiayaan demi Yesus dan yang akan memperoleh upah besar di surga itu sederajat dengan para nabi. Perjanjian Lama mengisahkan penganiayaan yang dialami oleh Nabi Elia, Amos, dan Yeremia.

Penginjil Lukas melengkapi sabda bahagia itu dengan sabda celaka: "Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya} upahmu besar di surga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Celakalah samu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu" (Lukas 6:22-23,26)

Gelar Anak Manusia bisa diterapkan pada diri Yesus yang mengalami penderitaan dalam karya-Nya maupun Yesus yang diyakini sebagai Anak Manusia yang akan datang. Kalau karena Anak Manusia itu orang dianiaya, dibenci, dikucilkan dan dicela, maka berbahagialah, karena aniaya itu akan mendatangkan keselamatan. Derita yang dialami seseorang karena Yesus akan berperan dalam sejarah penyelamatan. Para nabi adalah orang-orang yang telah mengalami penganiayaan karena nama Allah dan akhirnya dibenarkan oleh Allah. Karena itu biarpun clibenci clan dicela, para muricl Yesus mempunyai sekutu yang memberi pengharapan akan upah besar dari Allah. Upah itulah yang tidak akan diterima oleh orang-orang yang bersekutu dengan nabi-nabi palsu. Sebab di tengah-tengah masyarakat acla orang yang dipuji-puji dan disebut-sebut sebagai nabi, padahal ia adalah nabi palsu. Celakalah orang itu yang hanya menjaga nama baiknya dan mementingkan dirinya sendiri, sehingga tidak punya waktu untuk memikirkan kebenaran Kerajaan Allah.

Penganiayaan memang sudah menjadi drama tragis yang mewarnai kehidupan para pengikut Yesus sejak awal. Hal itu bukan sesuatu yang baru, sebab para nabi dan orang-orang saleh sebelum Yesus pun telah mengalaminya. Mereka menderita, bahkan menjadi martir, demi membela kebenaran dan imannya akan Allah. Maka, sesungguhnya bagi para pengikut Yesus, kesempatan menderita juga bisa menjadi sarana untuk menguji kesetiaannya pada Tuhannya. Berbahagialah orang yang tidak tergoyahkan imannya dan tetap setia kepada Allah, meski celaan, fitnah dan aniaya menimpa dirinya, sebab upahnya besar di surga.

Apa sebenarnya yang membuat para pengikut Yesus menjadi korban penganiayaan orang-orang Romawi? Ada dua alasan mendasar. Pertama, ketegaran hati dan penolakan mereka untuk mengakui dan menyembah kaisar Roma sebagai Tuhan. Mengapa? Waktu itu wilayah kekuasaan kekaisaran Romawi mencakup bentangan dunia, yang kini membentang dari Inggris sampai ke Afganistan dan dariIerrnan hingga ke Afrika Utara. Dalam upaya mempersatukan seluruh wilayah itu kekaisaran Romawi mewajibkan satu peribadatan yang mengikat semua warga Romawi dan warga taklukan, yakni penyembahan kepada dewa-dewi Roma. Peribadatan itu diterima tanpa banyak rintangan dan terus berkembang pesat, karena jasa kaisar yang telah menciptakan Pax Romana, yaitu kedamaian di seluruh Wilayah kekaisaran berkat keadilan dan kebijakan sistem pemerintahannya. Situasi damai berkat kebijakan kaisar Roma itulah yang dalam perkembangan peribadatan selanjutnya melahirkan kepercayaan bahwa kaisar sendiri akhirnya diakui sebagai titisan dewa atau keturunan para dewa. Alhasil, orang harus memberikan penghormatan ilahi dan penyembahan kepada kaisar Roma.

Penghormatan dan penyembahan kepada kaisar Roma itu ternyata dapat mempersatukan seluruh wilayah kekaisaran, sehingga peribadatan itu pun dipolitisir demi kepentingan politik. Semua orang diharuskan menyembah kaisar dengan kewajiban membakar kemenyan setahun sekali seraya mengucap kata: "Kaisar adalah Tuhan." Orang yang melakukan kultus itu memperoleh selembar sertifikat, yang disebut libellus, dengan pernyataan bahwa orang tersebut telah menyembah kaisar.

Praktek yang mengkultuskan kaisar Roma dan penghormatan ilahi terhadap manusia itulah yang ditentang dan ditolak oleh para pengikut Yesus. Mereka hanya mau menyembah Tuhan dan mengakui Yesus Kristus sajalah Tuhan mereka. Akibatnya, mereka dianggap pembangkang dan meski mereka termasuk orang-orang baik, tetapi karena mereka pengikutpengikut Yesus, mereka otomatis digolongkan sebagai orang-orang jahat yang tidak setia pada pemerintah. Kejahatan mereka adalah menempatkan Yesus Kristus di atas kaisar Roma. Kesetiaan mereka pada Yesus itulah yang mendatangkan penganiayaan, penyiksaan, bahkan kematian mereka.

Alasan kedua adalah isapan jempol dan tuduh.ui dari orang-orang Yahudi yang tersebar luas ke luar Palestina, bahwa para pengikut Yesus tergolong kelompok orang-orang kanibal yang melakukan perbuatan-perbuatan amoral. Mereka yang dalam pertemuan kasih mingguan memberi salam dengan ciuman damai ditafsirkan salah oleh orang-orang Yahudi sebagai pesta amoral pemuas hawa nafsu. Kenangan akan kata-kata Yesus dalam Perjamuan Malam Terakhir, yang menunjuk roti sebagai tubuh-Nya dan anggur sebagai darah-Nya, diputarbalikkan menjadi kisah kanibalis dari para pengikut Yesus yang mengurbankan bayi-bayi mereka dan memakan dagingnya sebagai makanan pesta. Perjamuan kudus diputarbalikkan menjadi perjamuan pesta kanibalis. Isapan jempol dan tuduhan praktek-praktek peribadatan amoral kanibalis itulah yang membangkitkan amarah orang-orang Romawi dan penganiayaan terhadap para pengikut Yesus.

Penutup :


Orang miskin menderita, itu sudah biasa. Menjadi luar biasa kalau orang miskin yang terhimpit aneka kesulitan itu tetap bersikap rendah hati dan berusaha hidup seturut kehendak Allah. Sikap seperti itu adalah sikap orang yang berhati murni. Kemurnian itupun menjadi jelas di saat orang itu memperjuangkan kasih dan membawa damai, meski ia sendiri mengalami penganiayaan, celaan dan fitnah.

Tuhan Yesus menegaskan bahwa sikap tetap percaya meski menderita sengsara sudah menjadikannya warga Kerajaan Allah dan menempatkannya di bawah berkat pemerintahan Allah. Karena itu masa depannya menjadi cerah dan itulah yang namanya "sengsara membawa nikmat". Tetapi apa sebenarnya yang menjamin bahwa masa depan yang penuh bahagia itu akan terwujud!

Cara bertindak Allah sendiri yang menjadi jaminannya. Allah telah menunjukkan belas kasih-Nya dan melimpahkan berkat-Nya kepada para nabi dan Putra-Nya sendiri, Yesus Kristus. Maka, juga kepada orang-orang yang dalam penderitaannya tetap seti" dan percaya kepada Allah, karunia rahmat Allah akan melimpah. Sebaliknya, celakalah orang-orang yang suka mengandalkan kekuatannya sendiri, puas dengan pujian semu, dan bersenang-senang menikmati harta kekayaannya sendiri. Sebab semua yang mereka andalkan itu akan lenyap. Lain hal kalau orang dengan harta kekayaannya mau turut serta dalam perjuangan Yesus dan para murid-Nya untuk mewujudnyatakan kasih, keadilan, dan damai di antara sesama. Berkat Allah pun akan melimpah-limpah dan kebahagiaan akan bertambah-tambah baginya.




Sumber :
Surip Stanislaus, OFMCap., Kata-kata Susah Bertuah, Lembaga Biblika Indonesia, hlm 9-34.



0 komentar:



Posting Komentar