Gloria lahir dalam keadaan cacat. Kedua jari tangan kanan dan ketiga jari tangan kirinya tidak memiliki kuku. Demikian juga kakinya mengalami cacat serius. Kelima jari kaki kanannya tidak memiliki kuku dan bentuknya bulat, sedangkan telapak kaki kirinya hanya setengah bagian besarnya dan bentuknya bulat seperti kepalan tangan, tidak ada kuku dan tidak ada jari. Sejak kecil, Gloria tidak dapat memakai sepatu atau sandal. Pada waktu TK, Gloria harus memakai sepatu boot dan pada waktu SD tidak ada sepatu yang cocok bagi kakinya yang cacat itu. Akhirnya Gloria menggunakan sepatu anak laki-laki yang tertutup dan memakai tali agar sepatu tersebut dapat menyangga dan menutupi kaki kirinya yang hanya setengah itu. Sepatu yang ia pakai adalah sepatu yang alasnya terbuat dari karet yang cukup tebal dan cukup berat untuk ukuran kakinya yang kecil. Gloria berjalan terpincang-pincang karena sepatunya yang berat. Terkadang ia mengalami kesakitan dan harus menyeret sepatunya. Pelajaran olahraga adalah pelajaran yang menakutkan karena ia harus berlari keliling lapangan dengan sepatunya yang berat itu. Ia merasa malu, gagal, dan tidak berdaya. Di sekolah, ia merasa lain daripada teman-temannya. Gloria hanya dapat menangis dan menangis.
Gloria tumbuh menjadi anak yang pendiam, pemalu, dan tertutup. Ia sangat minder dan tidak memiliki rasa percaya diri. Pada masa kecilnya, Gloria tidak mengalami suatu masa yang indah seperti yang dialami oleh setiap anak. Ia mengalami suatu kegelisahan dan ia begitu ketakutan jika seseorang mendekatinya dan bersahabat dengannya, karena Gloria berpikir bahwa orang itu akan mengejeknya. Karena perasaan itulah, untuk berbicara dengan orang lain, ia tergagap-gagap, berkeringat, bingung, dan kehilangan semua kata-kata yang hendak diucapkannya. Hingga memasuki usia remaja, Gloria tidak memiliki teman yang mau menghabiskan waktu bersama dengannya, belajar bersamanya, dan untuk jalan-jalan. Pada saat teman-temannya bergembira di pesta ulang tahun yang ke-l7, Gloria tidak dapat menghadiri dan ikut berpesta dengan mereka. Gloria sangat kesepian dan semakin tenggelam dalam kesendiriannya.
Waktu terus berjalan dan Gloria tumbuh menjadi gadis dewasa, tetapi tidak datang perubahan apa pun pada dirinya. Gloria berteriak dalam kemarahannya, "Mengapa aku harus mengalami penderitaan seberat ini? Mengapa aku harus dilahirkan cacat seperti ini? Mengapa aku harus menderita seumur hidupku? Tidak bolehkah aku merasakan bahagia sedikit saja? Aku lahir dan tidak ada gunanya sama sekali, hanya menjadi beban bagi orang lain. Aku membenci diriku. Aku membenci semua yang ada padaku. Tidak ada yang baik di dalamku. Lalu untuk apa aku lahir? Lebih baik aku mati saja. Aku takut menghadapi hari esok."
Dalam keputusasaannya, Gloria berseru kepada Tuhan. Ia sendiri tidak mengerti bagaimana caranya berdoa dan kepada Tuhan yang mana ia harus minta tolong. Sampai suatu hari, seorang teman mengajak Gloria ke gereja. Asing bagi Gloria untuk mengikuti ibadah di gereja. Tetapi Allah sedang mempersiapkan jalan bagi hidup Gloria. Di tengah ibadah, Allah menjamah hati Gloria. "Saya merasakan damai pada saat itu." Hari itu, bulan Maret 1986, Gloria menerima Tuhan YESUS KRISTUS sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi dalam hidupnya, dan dibaptis pada bulan Agustus 1986. "Saya memiliki kasih yang baru yang belum pernah saya rasakan sebelumnya, kasih dari Tuhan YESUS KRISTUS. Saya menangis dan menangis, menyadari ada seseorang yang mengasihi saya dan yang menerima saya apa adanya. Saya merasa tidak sendirian. Dan Ia juga memiliki rencana yang terbaik bagi masa depan saya."
Kasih yang baru membuat ia merasa hidupnya yang hampa dipenuhi kembali oleh harapan-harapan atas janji Allah. Hatinya meluap dengan rasa cinta kepada Tuhan YESUS. Setiap saat dorongan untuk membaca Alkitab, berdoa, dan menyembah Tuhan sangat kuat ia rasakan. Namun, perjuangan Gloria belum berakhir. Mamanya menentang keras pada saat ia mengetahui Gloria telah menjadi seorang Kristen. Sejak kecil, Gloria diajarkan untuk bersembahyang kepada patung. Karena tidak dapat menghentikan Gloria untuk ke gereja, mamanya mengancam, Gloria tidak boleh bersembahyang kepada papanya yang telah meninggal. Karena menurut kepercayaan mereka, salah satu cara menghormati orang yang sudah meninggal adalah dengan bersembahyang kepada fotonya. Dengan berbuat demikian, mama membuat Gloria merasa bahwa ia sudah tidak lagi menghormati kedua orang tuanya. Tetapi hal itu tidak membuat Gloria berhenti. Ia semakin dalam mengasihi Tuhan.
Waktu terus berjalan. Dua tahun setelah pertobatannya, Gloria menghadapi suatu kenyataan pahit yang selama ini tak diketahuinya. Suatu saat tantenya datang ke rumah. Dari mulut tantenya terkuak semua pertanyaan dalam benaknya yang selama ini tak terjawab. Tantenya bertanya pada Gloria, "Apakah kamu tahu, mengapa kamu lahir dan mengalami cacat tubuh seperti itu?"
"Saya tahu. Mama bercerita pada saya bahwa pada waktu saya ada dalam kandungan, Mama tidak sengaja memotong kaki ayam. Mama lupa bahwa hal itu tidak boleh dilakukan. Akhirnya saya lahir dan keadaan kaki saya seperti kaki ayam yang terpotong," jawab Gloria dengan tanpa rasa curiga. Namun, entah dorongan apa yang ada dalam diri tantenya, sehingga tantenya kemudian menceritakan yang sebenarnya pada Gloria. "Apa yang diceritakan oleh Mamamu tidak benar. Itu hanya suatu kepercayaan orang pada zaman dulu. Sebenarnya Mamamu baru menyadari bahwa dirinya akan memunyai seorang bayi lagi ketika kandungannya telah memasuki usia 3 bulan. Mama sangat terkejut dan bingung. Ia tidak menyangka bahwa ia akan memiliki seorang anak lagi, anak yang ketujuh. Mama berpikir akan diberi makan apa dan pendidikan yang bagaimana anak ini jika ia lahir. Untuk menghidupi keenam anak yang sekarang ada saja sudah sangat sulit. Mama mengatakan pada waktu itu perasaannya begitu kacau, ia tak tahu dari mana akan mendapatkan seluruh biaya yang ia butuhkan -- biaya untuk membeli obat dan vitamin, makanan bergizi, biaya untuk melahirkan dan perawatan bayi. Ketakutan melanda pikiran dan perasaan Mamamu. Mamamu bertekad untuk menggugurkan bayi yang ada dalam kandungannya. Segala usaha dilakukan, mulai dari minum jamu, obat-obatan, sampai dengan cara dipijit. Tetapi semua gagal. Mamamu memikirkan cara lain, yaitu dengan memberikan bayinya kepada orang lain jika ia lahir. Akhirnya bayi itu lahir. Begitu mengetahui bayinya mengalami cacat pada kedua tangan dan kaki yang serius -- hatinya hancur dan ia merasa bersalah, mengingat semua yang telah dilakukannya. Karena perasaan bersalahnya, mama kemudian memutuskan untuk memelihara sendiri bayi itu dan tidak diberikannya pada keluarga yang telah menyanggupi untuk mengambil bayinya itu."
Mendengar cerita itu, Gloria merasa seluruh dunianya runtuh. Tangisan, kemarahan, kesedihan, perasaan gelisah, dan keputusasaan, semuanya bercampur jadi satu. Kenyataan pahit yang didengarnya itu seperti membuka kembali lembaran pahit yang dilaluinya selama ini. Penderitaan demi penderitaan yang dirasakannya, ejekan dan tertawaan orang-orang yang didengarnya setiap hari, dan semua pemberontakan pada mamanya. Kini Gloria menyadari dari mana kebencian pada mamanya berasal. Kebencian yang amat dalam yang tidak pernah ia mengerti alasannya. "Tidak pernah Mama membedakan kami. Perlakuannya sama terhadap kami semua. Namun entah mengapa, saya sangat memberontak pada Mama. Saya selalu menentang Mama. Jika sesuatu yang saya minta tidak dituruti, saya akan sangat marah. Saya akan membanting pintu, menarik-narik rambut saya dan kepala saya bentur-benturkan ke tembok. Saya selalu mengomel untuk memuaskan kemarahan saya."
Kembali ia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa ia harus mengampuni mamanya untuk semua yang mamanya perbuat terhadap dirinya. Gloria bergumul dan terus berjuang untuk mengampuni mamanya. Sampai suatu saat Gloria mengikuti retret. Firman Allah yang diberitakan dengan jelas didengarnya seperti Allah sendiri berbicara kepada dirinya, "Aku sudah mengenal engkau sebelum engkau dibentuk dalam kandungan ibumu. Aku sudah menguduskan engkau sebelum engkau keluar dari kandungan ibumu. Engkau sangat berharga di mata-Ku dan mulia, Aku ini mengasihi engkau." Dan mulai saat itu, perlahan demi perlahan Gloria menerima kesembuhan atas semua luka-luka di hatinya. Setelah luka-luka batinnya dipulihkan, Gloria mendapat tawaran pekerjaan di sebuah kursus bahasa Inggris untuk anak-anak usia "playgroup". Tanpa pikir panjang, Gloria menerima tawaran tersebut. Di sana, Gloria bekerja sebagai guru bantu yang bertugas membantu guru utama untuk mendampingi anak-anak yang belajar. Tugas Gloria adalah membantu anak-anak yang tidak bisa memegang pensil, menghibur anak-anak yang menangis di kelas, atau menemani anak-anak yang mau ke kamar mandi.
Pada suatu saat, salah satu orang tua murid datang ke tempat kursus. Dengan marah, ia menuntut kepada kepala sekolah untuk memberhentikan Gloria karena ia mengira Gloria terkena penyakit kusta. Ia takut penyakit itu akan menular kepada anak-anak di situ. Ia mengancam, jika Gloria tidak diberhentikan, ia dan beberapa orang tua murid yang lain akan mengeluarkan anak-anak mereka dari tempat kursus tersebut. Hari itu juga, Gloria dibawa diperiksa, dan dokter menyatakan bahwa itu bukan kusta. Masih tidak percaya dengan keterangan dokter, orang tua murid kembali menginginkan Gloria untuk diperiksa di laboratorium. Mendengar hal itu, Gloria sangat marah. Ia ingin melabrak orang itu. Namun, ketika berpapasan muka dengan muka, Gloria tidak dapat mengelurkan sepatah kata pun untuk melampiaskan kemarahannya itu.
Gloria berpikir untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya agar tempat kursus itu tidak dirugikan. Keesokan harinya, ia menghadap kepala sekolah dan menyampaikan niatnya. Mendengar hal itu, kepala sekolah berkata kepadanya, "Kalau kamu keluar dari tempat ini, itu berarti kamu menyetujui apa yang dituduhkan kepada kamu." Jawaban dari kepala sekolah membuat Gloria menyadari apa yang sedang diperjuangkannya. Gloria tetap bekerja di tempat kursus tersebut, meskipun setelah kejadian itu beberapa orang tua murid menarik anak-anaknya untuk tidak belajar di situ. Tetapi setelah kejadian itu, pendaftaran murid-murid baru semakin banyak, sehingga dibutuhkan guru untuk mengajar. Akhirnya, diangkatlah Gloria menjadi guru untuk mengajar dan tidak lagi menjadi guru bantu. Gloria mempergunakan kesempatan tersebut untuk menceritakan tentang Tuhan YESUS kepada anak-anak pada 5 menit terakhir di setiap pelajaran yang diajarkannya. Sampai akhirnya, kepala sekolahnya memberi izin untuk membuka sekolah minggu di tempat kursus itu.
Gloria kemudian mendapat tawaran untuk mengajar di SD. Selama 4 tahun mengajar di sana, ia menceritakan tentang Tuhan YESUS kepada murid-murid. Hal ini kemudian diketahui oleh pihak sekolah dan kemudian Gloria diberhentikan. Gloria merasa sedih mengalami hal itu, tetapi ia percaya Tuhan yang membela hidupnya, Tuhan yang akan buka jalan sehingga Ia yang akan memberkati dengan berkali lipat. Beberapa bulan kemudian, Gloria mulai mendapat tawaran untuk mengajar anak-anak dari rumah ke rumah. Gloria juga memulai usaha membuat kue kering yang kemudian berkembang dengan pesat. Gloria pun memberi dirinya untuk mulai melayani Tuhan, bernyanyi bagi Tuhan untuk semua pemulihan yang Tuhan kerjakan dalam hidupnya dan keluarganya.
o-------------o
Sumber: sabda
Ditetapkan untuk Mati, Tapi Hidup dan Bernyanyi
Label:
Renungan
- Rabu, 26 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar